Tak Cuma Tom Lembong, Ini Jejak Impor Gula 6 Menteri Perdagangan di Era Jokowi

Charles Sitorus dan Tom Lembong Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
Sumber :
  • VIVA.co.id

Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015–2023 di Kementerian Perdagangan.

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka bersama Charles Sitorus mantan Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI (2015-2016). Keduanya langsung ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka.

Penetapan Tom Lembong yang juga mantan tim sukses Anies Baswedan di Pilpres 2024, cukup mengejutkan. Sebab, selama ini ia jarang tersorot diperiksa penegak hukum apalagi terindikasi kasus korupsi. 

Namun, Kejaksaan Agung mengklaim sejak tahun lalu mengusut dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2023 di Kementerian Perdagangan. 

Tom Lembong pada periode 2015-2016, dituduh memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP sebanyak 105 ribu ton, tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.

Ilistrasi impor gula (foto ilustrasi)

Photo :
  • Dok. Perum Bulog

Dalam rapat-rapat koordinasi antar kementerian juga ada kesimpulan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor gula.

Kemudian, penunjukan PT AP sebagai importir gula kristal mentah juga menyalahi Keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih adalah BUMN.

Atas perbuatannya, tersangka Tom Lembong dan Charles Sitorus diduga telah melakukan tindak pidana korupsi, memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan negara dirugikan sekitar Rp400 miliar.

Audit BPK

Dugaan korupsi pada tata kelola impor gula di Kementerian Perdagangan RI menggambarkan buruknya tata kelola impor gula di Indonesia.

Kasus ini terendus berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Tata Niaga Impor 2015 hingga 2017. Dalam audit tersebut, BPK mengungkap temuan alokasi impor niaga pangan yang tidak sesuai dengan data kebutuhan nasional.

BPK menilai Kemendag tidak memiliki analisis jumlah alokasi impor yang dibutuhkan dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga. Akibatnya, setiap periodesasi kepemimpinan menteri di Kementerian Perdagangan memang selalu melakukan kebijakan importasi gula yang tidak tepat sasaran.

Cilakanya, selalu ada catatan auditor negara bahwa proses tersebut dilakukan tanpa analisis kebutuhan dan kontrol yang ketat terhadap kebutuhan dalam negeri. 

Komisi VI DPR RI sejak tahun 2015, atau periode awal Presiden Jokowi, mencurigai adanya penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan importasi gula yang berkaitan dengan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga.

Penerbitan persetujuan impor gula melebihi batas kuota maksimal yang dibutuhkan pemerintah dan memberikan persetujuan impor kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, telah melampaui kewenangan dan berpotensi melawan hukum.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS importasi gula sejak tahun 2015 mengalami peningkatan. 

Disisi lain, ada surplus produksi gula yang berasal dari petani tebu lokal yang diharapkan bisa diserap untuk kebutuhan dalam negeri. Namun dalih pemenuhan kebutuhan gula untuk industri dan stabilisasi harga, selalu menjadi pintu masuk kebijakan impor gula. 

Berikut catatan data impor gula mentah periode 2015-2023 di pemerintahan Presiden Jokowi: 

1. Tahun 2015 
(Rachmat Gobel - Menteri Perdagangan 27 Oktober 2014 s/d 12 Agustus 2015)

Indonesia mengimpor 3,36 juta ton gula dengan mayoritas berasal dari Thailand (1,79 juta ton), Australia (1,02 juta ton), dan Brasil (458,1 ribu ton).

2. Tahun 2016 
(Tom Lembong-Menteri Perdagangan 12 Agustus 2015 s/d 27 Juli 2016) dan (Enggartiasto Lukita - Menteri Perdagangan 27 Juli 2016 s/d 20 Oktober 2019)

Pada tahun 2016, RI mengimpor gula sebanyak 4,74 juta ton dengan mayoritas berasal dari Thailand (2,25 juta ton), Brasil (1,31 juta ton), dan Australia (896,4 ribu ton).

3. Tahun 2017 
(Enggartiasto Lukita - Menteri Perdagangan 27 Juli 2016 s/d 20 Oktober 2019)

Selanjutnya, pada tahun 2017, Indonesia mengimpor 4,48 juta ton gula dengan mayoritas dari Thailand (2,44 juta ton), Brasil (1,07 juta ton), dan Australia (646,8 ribu ton).

4. Tahun 2018
(Enggartiasto Lukita - Menteri Perdagangan 27 Juli 2016 s/d 20 Oktober 2019)

Pada tahun 2018, RI mengimpor 5,02 juta ton gula, dengan mayoritas dari Thailand (4,03 juta ton), Australia (922,8 ribu ton), dan Brasil (60 ribu ton).

5. Tahun 2019
(Enggartiasto Lukita - Menteri Perdagangan 27 Juli 2016 s/d 20 Oktober 2019)

Tahun 2019, RI mengimpor 4,09 juta ton gula, dengan mayoritas dari Thailand (3,53 juta ton), Australia (542,2 ribu ton), dan Korea Selatan (7,2 ribu ton).

6. Tahun 2020
(Agus Suparmanto - Menteri Perdagangan 23 Oktober 2019 s/d 23 Desember 2020)

Kemudian pada tahun 2020, Indonesia mengimpor 5,53 juta ton gula dengan mayoritas berasal dari Thailand (2,02 juta ton), Brasil (1,54 juta ton), dan Australia (1,21 juta ton).

7. Tahun 2021
(Muhammad Lutfi - Menteri Perdagangan 23 Desember 2020 s/d 15 Juni 2022)

Pada tahun 2021, impor gula mencapai 5,48 juta ton dengan mayoritas dari India (1,96 juta ton), Australia (1,33 juta ton), dan Brasil (1,14 juta ton).

8. Tahun 2022
(Muhammad Lutfi - Menteri Perdagangan 23 Desember 2020 s/d 15 Juni 2022) dan (Zulkifli Hasan - Menteri Perdagangan 15 Juni 2022 s/d 20 Oktober 2024)

Pada tahun 2022, impor gula mencapai 6 juta ton dengan mayoritas berasal dari Thailand (2,41 juta ton), India (1,61 juta ton), dan Brasil (1,31 juta ton).

9. Tahun 2023
(Zulkifli Hasan - Menteri Perdagangan 15 Juni 2022 s/d 20 Oktober 2024)

Terakhir, pada 2023, impor gula mencapai 5,06 juta ton dengan mayoritas berasal dari India (3.1 juta ton), Thailand (2,37 juta ton), dan Brasil (1,46 juta ton).

10. Tahun 2024 (September 2024)
(Zulkifli Hasan - Menteri Perdagangan 15 Juni 2022 s/d 20 Oktober 2024)

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan dalam 9 bulan di 2024 atau periode Januari-September 2024, kegiatan importasi gula mencapai 3,66 ton, senilai US$ 2,15 miliar, atau setara Rp33 triliun (Kurs Rp 15.500/US$).