Produsen Susu Ultra hingga Teh Kotak Ini Cetak Laba Bersih Rp 893 M Kuartal III-2024, Turun 6 Persen
- Dokumentasi Ultrajaya Milk Industry & Trading Company.
Jakarta, VIVA – Emiten produsen makanan-minuman dan susu cair kemasan, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ), melaporkan laba bersih sebesar Rp 893 miliar pada kuartal III-2024.
Dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Manajemen ULTJ menjelaskan bahwa capaian laba bersih itu anjlok enam persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023, yang sebesar Rp 951 miliar.
"Penurunan kinerja bottom line itu terutama terjadi di bulan Juli-September, akibat margin laba yang tertekan," kata Manajemen ULTJ dalam keterangannya, Rabu, 30 Oktober 2024.
Selain itu, kenaikan beban usaha juga ikut menekan bottom line dengan kenaikan hingga 40 persen, dari Rp 802 miliar menjadi Rp 1,12 triliun. Hal itu utamanya disebabkan pos beban penjualan yang naik 34 persen, dari Rp 631 miliar menjadi Rp 848 miliar.
Penurunan yang terjadi pada kuartal III-2024 mencatat bahwa laba bersih Ultrajaya anjlok hingga 61,5 persen, dari sebelumnya Rp 328 miliar menjadi Rp 126 miliar. Padahal pendapatan naik 8 persen dari Rp 1,98 triliun menjadi Rp 2,14 triliun.
Sementara, penjualan neto Ultrajaya sampai 30 September 2024 meningkat 7,6 persen, dari Rp 6,12 triliun menjadi Rp 6,58 triliun. Kenaikan top line itu seiring pertumbuhan beban pokok penjualan sebesar 5,5 persen, dari Rp 4,13 triliun menjadi Rp 4,36 triliun.
Penjualan lokal masih mendominasi dengan porsi 99 persen sementara sisanya diekspor. Kemudian dari sisi produk, segmen minuman juga menjadi kontributor utama dengan porsi 99 persen dari merek susu Ultra.
Namun, meskipun laba bersih turun, arus kas dari aktivitas operasi ULTJ tercatat meningkat 18 persen dalam enam bulan terakhir, dari Rp 880 miliar menjadi Rp 1,04 triliun. Penerimaan kas dari pelanggan meroket dari Rp 6,7 triliun menjadi Rp 7,3 triliun.
Dengan demikian, posisi kas dan setara kas ULTJ naik tipis, dari Rp 2,2 triliun menjadi Rp 2,4 triliun. Kemudian saldo laba perseroan yang belum ditentukan penggunaannya tercatat naik dari Rp 5,9 triliun menjadi Rp 6,4 triliun.