Prabowo-Gibran Targetkan Ekonomi 8 Persen, Aturan FCTC Berpotensi jadi Beban
- tvOne
Jakarta, VIVA - Sejumlah pakar kebijakan publik dan ahli hukum menilai, keputusan Kementerian Kesehatan mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes), dinilai cacat hukum karena FCTC tidak diakui dan diratifikasi oleh Indonesia.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (DPP AAKI), Trubus Rahadiansyah menyatakan, dampak dari Rancangan Permenkes yang mematok FCTC sebagai acuan perumusan aturannya, akan menjadi beban tambahan bagi pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Padahal, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintahan baru, termasuk PP 28/2024 yang melenceng jauh dari Undang-Undang (UU) Kesehatan yang telah disahkan.
"Banyak aturan yang bertentangan dengan UU Kesehatan-nya sendiri. Padahal, PP No. 28/2024 nya itu seharusnya tidak boleh keluar dan melebihi dari mandat UU Kesehatan, dan mestinya hanya bisa menerjemahkannya menjadi aturan teknis," kata Trubus dalam keterangannya, Sabtu, 19 Oktober 2024.
Selain itu, Trubus menegaskan bahwa aturan turunan tersebut tidak boleh menambah klausul dan norma baru, yang mana di UU Kesehatan-nya sendiri tidak ada aturan tersebut. Dalam hal ini, kebijakan yang ekstrim itu tidak tepat untuk dijalankan pada industri tembakau, yang berkontribusi besar terhadap serapan tenaga kerja dan perekonomian Indonesia.
Dia pun menyarankan kepada pemerintahan baru, untuk memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan tenaga kerja di Indonesia. Terutama di tengah terjadinya deflasi di lima bulan beruntun.
“Seharusnya, pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terkait seluruh pengaturan industri tembakau. Industri ini perlu didukung untuk menyerap tenaga kerja yang besar guna menekan angka deflasi. Ini yang semestinya menjadi perhatian pemerintah, khususnya pemerintahan baru," ujar Trubus.
Dia menambahkan, saat ini industri tembakau telah dibebani oleh lebih dari 480 aturan, yang mencakup aturan fiskal dan non-fiskal. Terlebih, banyak di antara aturan tersebut yang tidak memiliki pengawasan yang jelas atau implementasi yang mumpuni.
"Hal ini menyebabkan industri tembakau legal semakin tertekan dan justru membuat peredaran rokok ilegal semakin meningkat," ujarnya.