Coba Sekarang! Penyebab Impulsive Buying Berikut ini dan 5 Cara Mencegah Impulsive Buying

Fenomena impulsive buying
Sumber :
  • Freepik.com//@lifeforstock

VIVA – Pernahkah kamu mengalami momen ketika jari-jari kamu secara tidak sadar melakukan klik "checkout" pada sebuah barang yang sebenarnya tidak kamu butuhkan?

Di tengah maraknya iklan dan diskon yang menggiurkan, banyak dari kita terjebak dalam fenomena impulsive buying, atau pembelian impulsif. Masalah ini semakin serius di Indonesia, di mana gaya hidup modern dan kemajuan teknologi membuat kita lebih mudah terpapar pada berbagai tawaran menarik.

Impulsive buying adalah perilaku di mana seseorang melakukan pembelian secara cepat dan spontan, tanpa pertimbangan matang. Di Indonesia, dengan semakin berkembangnya e-commerce dan media sosial, fenomena ini menjadi semakin umum.

Apakah kamu menyadari bahwa impulsive buying tidak hanya merugikan keuangan pribadi, tetapi juga dapat mengganggu rencana keuangan jangka panjangmu? Banyak orang terjebak dalam pola belanja ini, yang sering kali berakhir dengan penyesalan dan stres.

Bayangkan jika kamu menghabiskan sebagian besar gajimu hanya untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Setiap kali melihat diskon atau promosi, kamu merasa tertekan untuk segera membeli, meskipun barang tersebut tidak ada dalam daftar belanjamu.

Rasa takut kehilangan momen (FOMO) dan pengaruh iklan yang kuat membuat kita semakin sulit mengendalikan diri. Apalagi dengan tren yang muncul, seperti tumbler kekinian yang sedang viral di media sosial.

Penyebab Impulsive Buying

Apakah kamu siap menghadapi risiko dari impulsive buying? Tanpa disadari, perilaku ini dapat menimbulkan utang, memicu stres finansial, dan mengganggu kesejahteraan emosional. Berikut penyebab kamu terjebak dalam fenomena impulsive buying.

1. FOMO (Fear Of Missing Out)

Salah satu penyebab utama impulsive buying adalah FOMO, atau rasa takut kehilangan momen. Di era digital saat ini, banyak orang merasa tertekan untuk mengikuti tren terbaru. Misalnya, dengan popularitas tumbler kekinian yang sering dibagikan di media sosial, banyak orang merasa perlu untuk memiliki tumbler tersebut agar tidak ketinggalan.

Media sosial sering kali memperlihatkan gaya hidup glamor yang membuat kita merasa kurang jika tidak memiliki barang-barang yang sedang tren. Ini dapat menyebabkan dorongan untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan hanya untuk merasa "ikut tren."

2. Karakteristik Kepribadian

Karakteristik kepribadian juga memegang peranan penting dalam perilaku impulsive buying. Individu yang memiliki harga diri rendah seringkali berbelanja untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Selain itu, orang yang terlalu simpatik atau mudah terpengaruh cenderung sulit menahan diri saat melihat barang yang menarik.

Dalam konteks sosial Indonesia, di mana penilaian dari orang lain sering kali berpengaruh, hal ini menjadi semakin signifikan. Misalnya, seseorang yang melihat teman-teman mereka memamerkan koleksi kekinian di media sosial mungkin merasa terdorong untuk melakukan pembelian impulsif agar tidak ketinggalan.

3. Rentan terhadap Diskon

Diskon yang besar dan promosi menarik sering kali menjadi pemicu impulsive buying. Banyak orang merasa bahwa mereka harus membeli barang saat ada diskon, bahkan jika barang tersebut tidak dibutuhkan. Ketika melihat label harga yang lebih rendah, kita cenderung berpikir bahwa kita "akan rugi" jika tidak membeli.

Di Indonesia, di mana diskon sering kali menjadi daya tarik, menjadi tantangan yang nyata. Contohnya, jika sebuah toko online menawarkan diskon besar, banyak orang yang merasa harus segera membelinya meskipun mereka sudah memiliki beberapa barang tersebut di rumah.

4. Paparan Iklan

Paparan iklan yang intensif juga berkontribusi pada perilaku impulsif. Iklan dirancang untuk menggugah emosi dan keinginan, sering kali tanpa kita sadari. Mereka memanfaatkan strategi pemasaran yang cerdas untuk menarik perhatian kita, sehingga kita merasa perlu membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kita inginkan.

Dengan berkembangnya platform media sosial, iklan yang menjangkau semakin banyak dan kreatif. Barang-barang kekinian, dengan desain yang unik dan menarik, sering kali menjadi target utama iklan, mendorong konsumen untuk berbelanja tanpa berpikir panjang.

Dampak Impulsive Buying

Dampak dari impulsive buying tidak hanya terasa di saat pembelian, tetapi juga berlanjut setelahnya. Banyak orang mengalami penurunan kontrol emosional, yang dapat memicu perilaku belanja berlebihan.

Ketika kita tidak dapat mengendalikan keinginan belanja, kita mungkin mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, utang dapat menumpuk dan mengganggu stabilitas keuangan kita, menciptakan siklus stres yang sulit dihindari.

5 Cara Mencegah dan Mengatasi Impulsive Buying

Setelah memahami penyebabnya, mari kita bahas lima cara efektif untuk mencegah impulsive buying:

1. Terapkan Mindfulness pada Keuangan

Sebelum melakukan pembelian, ajukan pertanyaan kepada diri sendiri "Apakah barang ini benar-benar saya butuhkan?" Dengan menerapkan mindfulness, kamu dapat memperlambat proses pengambilan keputusan dan mempertimbangkan apakah pembelian tersebut memang diperlukan.

Cobalah pendekatan ini selama seminggu dan catat hasilnya. Di akhir minggu, buatlah jurnal untuk merefleksikan pengalamanmu. Banyak orang yang merasakan manfaat dari belanja yang lebih terencana dan sadar.

2. Menetapkan Anggaran

Membuat anggaran belanja yang jelas adalah langkah penting untuk menghindari impulsive buying. Tentukan anggaran untuk kebutuhan pokok dan alokasikan dana untuk pembelian lainnya. Buatlah daftar prioritas yang mencakup barang-barang yang benar-benar kamu butuhkan.

Dengan cara ini, kamu dapat meminimalkan pembelian yang tidak perlu dan menjaga keuangan tetap teratur. Misalnya, jika kamu memiliki anggaran bulanan untuk belanja, pastikan untuk mencantumkan kategori khusus untuk barang-barang yang ingin kamu beli, tapi tidak terlalu dibutuhkan. Jika tidak ada anggaran untuk itu, maka hindari membeli hingga bulan berikutnya.

3. Mencari Kegiatan Alternatif

Alihkan perhatianmu dari belanja dengan mencari kegiatan alternatif yang menyenangkan. Cobalah untuk terlibat dalam hobi baru atau aktivitas yang membangkitkan semangat. Misalnya, jika kamu suka berolahraga, bergabunglah dengan kelas yoga atau olahraga kelompok. Dengan menghabiskan waktu untuk hal-hal positif, kamu akan mengurangi keinginan untuk berbelanja impulsif.

4. Batasi Penggunaan Kartu Kredit

Penggunaan kartu kredit sering kali memicu impulsive buying. Untuk mengurangi risiko ini, batasi penggunaannya. Pertimbangkan untuk menggunakan metode pembayaran lain yang lebih terencana, seperti transfer bank atau pembayaran tunai.

Dengan cara ini, kamu dapat lebih mudah mengendalikan pengeluaran dan menghindari pembelian yang tidak perlu. Misalnya, jika kamu hanya memiliki uang tunai, kamu lebih cenderung berpikir dua kali sebelum membeli barang yang mungkin tidak kamu butuhkan.

5. Hentikan Produk Berlangganan yang Tidak Perlu

Salah satu faktor yang sering dilupakan adalah produk berlangganan. Tinjau kembali semua produk berlangganan yang kamu miliki dan hentikan yang tidak memberikan manfaat nyata. Banyak orang tidak menyadari berapa banyak uang yang terbuang untuk langganan yang tidak terpakai.

Mengurangi atau menghentikan langganan ini dapat membantu mengalihkan dana untuk kebutuhan yang lebih penting. Contohnya, jika kamu berlangganan majalah atau layanan pengiriman barang yang tidak pernah kamu gunakan, berhenti dari layanan tersebut dapat memberikan ruang untuk lebih banyak kontrol terhadap keuangan.

Kesimpulan

Impulsive buying adalah masalah nyata yang dapat merugikan keuangan dan kesejahteraan emosional kita. Fenomena tumbler kekinian yang sedang viral merupakan salah satu contoh bagaimana tren dapat mendorong kita untuk membeli barang-barang yang tidak benar-benar kita butuhkan.

Ingat, setiap hari ada kebutuhan yang harus dipenuhi. Daripada menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak perlu, lebih baik simpan untuk masa depan yang lebih baik.