Doom Spending: Cara Gen Z dan Milenial Kehilangan Kontrol atas Keuangan Mereka

Ilustrasi Doom Spending
Sumber :
  • Pexels.com

VIVA – Di tengah ketidakpastian ekonomi, fenomena doom spending semakin sering terjadi, terutama di kalangan Gen Z dan milenial. Doom spending mengacu pada perilaku pengeluaran impulsif atau berlebihan yang dilakukan sebagai bentuk pelarian dari stres, kecemasan, atau ketidakpastian.

Meskipun kondisi keuangan tidak mendukung, banyak orang tetap berbelanja untuk barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan, yang pada akhirnya justru memperburuk situasi finansial mereka.

Menurut artikel Psychology Today, perilaku ini sering dianggap berlawanan dengan logika. Namun, survei terbaru dari Qualtrics dan Intuit Credit Karma menunjukkan bahwa 27 persen responden mengakui mereka telah mengeluarkan uang untuk barang yang tidak dibutuhkan, sementara 32 persen lainnya mengatakan mereka telah mengambil lebih banyak utang dalam enam bulan terakhir.

Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan untuk melakukan doom spending semakin nyata, khususnya di tengah kondisi ekonomi yang semakin tidak stabil.

Krisis Global yang Mendorong Doom Spending

Tahun 2023 diwarnai oleh sejumlah krisis global yang menambah kecemasan banyak orang. Mulai dari ketidakstabilan ekonomi, dampak perubahan iklim, hingga ketidakpastian politik, semua ini berperan dalam meningkatkan stres, terutama di kalangan generasi muda seperti Gen Z dan milenial.

Sebagai respons terhadap tekanan emosional tersebut, banyak dari mereka melakukan doom spending sebagai bentuk coping mechanism atau pelarian. Sayangnya, perilaku ini sering kali memperburuk kondisi keuangan pribadi, alih-alih memberikan solusi jangka panjang.

Penyebab Utama Doom Spending di Kalangan Gen Z dan Milenial

Doom spending tidak selalu sepenuhnya dapat dijelaskan oleh teori perilaku belanja impulsif. Dalam banyak kasus, tekanan finansial eksternal, seperti meningkatnya biaya hidup dan menurunnya daya beli, membuat generasi muda merasa terjebak. Berdasarkan data dari Credit Karma, 47 persen orang Amerika melaporkan bahwa jumlah tabungan mereka menurun dalam enam bulan terakhir, sementara 52 persen lainnya memiliki tabungan kurang dari $2.000.

Bahkan, 22 persen di antaranya tidak memiliki tabungan sama sekali. Dengan kondisi seperti ini, doom spending menjadi fenomena yang dipicu oleh berbagai faktor eksternal.

Survei Credit Karma juga mengungkapkan bahwa banyak individu menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak terlalu diperlukan, yang pada akhirnya memperparah situasi keuangan mereka.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi juga di banyak negara lain yang mengalami ketidakpastian ekonomi. Krisis ekonomi global dan inflasi yang meningkat juga berperan dalam memperburuk situasi ini, yang membuat generasi muda semakin rentan terhadap doom spending.

Dampak Doom Spending terhadap Keuangan Pribadi

Doom spending sering kali memberikan kepuasan instan, namun dampak jangka panjangnya sangat merugikan. Pengeluaran berlebihan, terutama untuk barang-barang yang tidak diperlukan, dapat meningkatkan jumlah utang dan mengurangi kemampuan finansial seseorang.

Ketergantungan pada pengeluaran sebagai mekanisme pelarian dari kecemasan atau stres bisa menciptakan lingkaran setan, di mana semakin banyak uang yang dikeluarkan, semakin besar tekanan finansial yang dialami.

Selain itu, perilaku doom spending bisa membuat seseorang kehilangan kendali atas pengelolaan keuangan mereka. Dalam kasus terburuk, perilaku ini dapat menyebabkan kebangkrutan atau ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan finansial dasar.

Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk memahami risiko jangka panjang dari doom spending dan mencari cara yang lebih sehat untuk mengelola stres dan kecemasan.

Beralih dari Doom Spending ke Doom Saving

Untuk menghindari dampak negatif dari doom spending, banyak ahli merekomendasikan beralih ke doom saving. Alih-alih menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak diperlukan, Gen Z dan milenial bisa lebih bijak dengan menyimpan uang atau mencari aktivitas yang tidak memerlukan biaya besar. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi stres tanpa harus terjebak dalam doom spending:

  1. Berjalan-jalan di alam
    Menghabiskan waktu di alam terbukti dapat membantu meredakan kecemasan dan memberikan ketenangan pikiran. Aktivitas ini bisa dilakukan tanpa biaya besar dan menjadi alternatif yang sehat untuk meredakan tekanan emosional.
  1. Menjauhi perangkat elektronik dan media sosial
    Media sosial sering kali memperburuk tekanan sosial untuk berbelanja. Dengan mengambil jeda dari dunia digital, Anda bisa mengurangi dorongan untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan.
  1. Berolahraga
    Aktivitas fisik seperti jogging, yoga, atau sekadar berjalan kaki dapat menjadi pengalihan yang positif dari stres dan kecemasan. Selain itu, olahraga juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
  1. Meditasi dan mindfulness
    Teknik meditasi dan mindfulness telah terbukti efektif dalam menenangkan pikiran dan meningkatkan kesadaran diri. Dengan meluangkan waktu beberapa menit setiap hari untuk bermeditasi, Anda dapat mengurangi stres tanpa perlu terjebak dalam perilaku belanja impulsif.

Pentingnya Pengendalian Diri dalam Menghadapi Doom Spending

Doom spending adalah perilaku yang dapat merugikan kondisi keuangan pribadi dalam jangka panjang, terutama bagi generasi muda seperti Gen Z dan milenial.

Ketika stres dan kecemasan menjadi pemicu utama dari perilaku ini, penting bagi setiap individu untuk lebih sadar akan dampak negatifnya. Beralih dari doom spending ke doom saving adalah salah satu solusi yang dapat membantu mengelola keuangan dengan lebih baik, sembari menjaga keseimbangan emosional.

Dalam situasi ekonomi yang tidak menentu, pengelolaan keuangan yang bijak sangatlah penting. Dengan menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang lebih sehat dan menghindari perilaku doom spending, Gen Z dan milenial bisa menghadapi masa depan dengan kondisi keuangan yang lebih stabil dan sejahtera.