Bisa Picu Maraknya Pemalsuan Produk, Kemendag Soroti Wacana soal Kemasan Rokok Polos
- VIVA/Andry Daud
Jakarta, VIVA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengkritisi rencana Kementerian Kesehatan untuk menerapkan kemasan rokok polos, karena bisa menimbulkan sejumlah kerugian lainnya bagi negara dan para pelaku industri di dalamnya.
Negosiator Perdagangan Ahli Madya Kementerian Perdagangan, Angga Handian Putra mengatakan, kebijakan kemasan rokok polos ini dapat memicu maraknya produk rokok palsu, menghambat perdagangan, dan mengurangi hak pemegang merek.
"Selain itu, hal ini berpotensi menciptakan inkonsistensi, mengingat Indonesia sebelumnya pernah menggugat kebijakan serupa," kata Angga dalam keterangannya, Jumat, 20 September 2024.
Penerapan kebijakan kemasan rokok polos berpotensi melanggar perjanjian perdagangan global, termasuk yang diatur oleh WTO. Kebijakan ini bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Kesepakatan Aspek Kekayaan Intelektual yang Terkait Perdagangan (Trade Related Aspect of Intellectual Property/TRIPs), terutama Pasal 20 yang melarang persyaratan yang mempersulit penggunaan merek dagang.
Selain itu, kebijakan ini juga diduga melanggar Pasal 2.2 dari Kesepakatan Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barrier to Trade/TBT), yang mengharuskan negara anggota untuk tidak menghambat perdagangan lebih dari yang diperlukan.
"Kebijakan kemasan polos menawarkan tantangan yang kompleks bagi Indonesia. Kebijakan ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, agar tidak mengganggu perdagangan dan hak pemegang merek," ujarnya.
Dia menegaskan, meskipun Kemendag belum dilibatkan secara resmi, namun Angga memastikan bahwa pihaknya akan proaktif menghubungi unit terkait di Kementerian Kesehatan yang menangani soal ini. "Secara regulasi kan artinya kemasan polos ini berbenturan dengan hak cipta dan merek dagang," kata Angga.
Indonesia bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba, sebelumnya telah menggugat kebijakan kemasan rokok polos Australia ke WTO pada 1 Juni di Jenewa. Ironisnya, kini Kementerian Kesehatan berencana mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPermenkes), yang mengatur kemasan polos untuk semua produk tembakau, termasuk rokok elektronik, berdasarkan PP No. 28/2024 yang baru disahkan.
Kemasan rokok polos terdiri dari kotak berwarna seragam dengan peringatan kesehatan, tanpa logo atau jenis huruf khas merek, yang menyulitkan perokok dalam menemukan produk sesuai preferensi mereka.
Menurutnya, penting untuk memastikan bahwa merek dagang tetap digunakan, karena merek berfungsi sebagai daya pembeda produk tembakau, membantu konsumen memilih antara produk premium dan non-premium, serta mencegah perdagangan ilegal dan pemalsuan.
Dia juga mengimbau Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi dampak sistemik dari kebijakan ini. Ada kemungkinan Indonesia dapat disengketakan oleh negara-negara anggota WTO lainnya, yang memiliki kepentingan perdagangan. Mengingat setiap negara memiliki kondisi, struktur pasar, dan perilaku konsumen yang berbeda.
“Kami berharap bahwa Kementerian Kesehatan dapat menyertakan juga dalam mengembangkan konsep kebijakan kemasan polos disertai dengan bukti-bukti ilmiah dan memperhatikan ketentuan-ketentuan WTO yang ada,” ujarnya.