Berdampak ke Industri, DPR Sebut Aturan Kemasan Rokok Polos Rugikan Sektor Tembakau
- VIVA/Helsa Alvina
Jakarta, VIVA - Para pelaku di industri pertembakauan yang terdampak mulai dari asosiasi pengusaha, petani, hingga peritel, menyuarakan penolakan terhadap kebijakan standardisasi kemasan atau kemasan rokok polos tanpa merek. Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Karenanya, Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengaku amat menyayangkan kemunculan aturan ini, karena dinilai sangat diskriminatif terhadap produk tembakau dan keberlangsungan mata rantainya.
Dia pun meminta kepada seluruh pihak untuk melihat permasalahan ini tidak hanya dari sudut pandang kesehatannya saja, tetapi juga perlu menelisik keseimbangan aspek ekonominya.
"Karena faktanya, tembakau adalah komoditas unggulan nasional yang sangat digantungkan oleh jutaan orang mulai dari buruh pekerja, petani tembakau, dan peritel beserta keluarganya," kata Rahmad dalam keterangannya, Senin, 16 September 2024.
Rahmad juga menyoroti ketika ada kebijakan yang berimplikasi buruk terhadap sektor pertembakauan nasional. Artinya, dampak negatif jelas akan menghimpit industri hasil tembakau secara keseluruhan dari hulu hingga ke hilir, dan berimplikasi kepada perekonomian masyarakat secara luas.
Hal ini semakin mengkhawatirkan, apalagi di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor industri. Sehingga, perumusan aturan diharapkan dapat berimbang, mempertimbangkan dampaknya, dan tidak memunculkan masalah baru.
"Kita harus balance dalam membuat kebijakan. Pengendalian itu harus, tapi jangan menyelesaikan masalah dengan memunculkan masalah baru. Jangan sampai menimbulkan dampak negatif yang baru," ujarnya.
Selain itu, Rahmad juga menyoroti banyaknya kebijakan yang telah dirasakan oleh sektor pertembakauan. Misalnya seperti kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) eksesif, yang juga telah mendorong penyebaran rokok ilegal. Menurutnya, RPMK yang memaksa kemasan rokok polos tanpa merek diyakini kian memperparah kondisi sebelumnya.
“Terkait dengan pihak yang harus dilindungi, saya mengajak semua pihak untuk menyelesaikan dengan duduk bersama. Karena prevalensi perokok itu bisa ditekan, yang penting kan prevalensinya menurun. Ketika banyak penolakan, ini pun banyak yang setuju. Jalan keluarnya adalah titik temu, jadi silakan berembuk dan mencari solusinya bersama," ujarnya.