PLTU Jeranjang Terapkan Cofiring dan Ciptakan Dampak Ganda

Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB Sahdan (kiri) bersama Manager Unit PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Jeranjang Yunisetya Ariwibawa (kanan) saat melakukan monitoring pelaksanaan program cofiring di PLTU Jeranjang menggunakan biomass.
Sumber :
  • Dok. PLN IP

Jakarta, VIVA – Penerapan program cofiring di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang menghasilkan manfaat ganda. Program PT PLN Indonesia Power (PLN IP) itu selain sebagai green booster transisi energi, juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari sisi finansial maupun sosialnya.

Hal ini selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG's).

Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB, Sahdan menyebutkan, selain menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan sosial, penerapan program cofiring yang dilakukan PLN Indonesia Power UBP Jeranjang yang menggunakan biomassa berbahan baku sawdust juga sejalan dengan program pengembangan EBT dan mendukung target Net Zero Emission 2050 di Wilayah NTB.

"Program cofiring ini ada kaitan dengan pengembangan EBT, green energi betul-betul kita perjuangkan agar apa yang menjadi cikal bakal masyarakat ini musti kita capai di tahun 2050 untuk NTB," tutur Sahdan dikutip dalam keterangan tertulis, Sabtu, 7 September 2024.

Pihaknya menyebutkan bahwa pemanfaatan biomassa pada PLTU Jeranjang juga dapat mendukung sektor pariwisata, dengan menghadirkan green energy yang minim emisi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata NTB, khususnya Lombok.

"Kita ketahui cofiring banyak manfaatnya. Selain sebagai green energy untuk mendukung transisi energi, program itu membawa manfaat bagi masyarakat," tutup Sahdan.

Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra memastikan langsung ke lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Tap (PLTU) Suralaya yang menjadi backbone kelistrikan Jawa Bali.

Photo :
  • Dok. PLN Indonesia Power

Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra mengatakan biomassa sawdust menjadi salah satu pilihan untuk dijadikan energi primer untuk menggantikan peran batu bara, aksi ini merupakan bentuk komitmen PLN grup dalam upaya transisi energi di Tanah Air serta mendukung percepatan menuju Net Zero Emision tahun 2060.

Cofiring Biomass ini juga merupakan salah satu green booster dalam program akselerasi peningkatan bauran energi terbarukan Tanah Air.

"Penggunaan biomassa pada unit bisnis pembangkitan khususnya PLTU ini berdampak pada penurunan emisi yang berasal dari sektor kelistrikan, hal ini merupakan dukungan PLN IP sebagai Subholding PLN kepada Pemerintah untuk mencapai Net Zero Emision pada tahun 2060," kata Edwin.

Sementara itu, Manager Unit PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Jeranjang Yunisetya Ariwibawa mengatakan, PLTU Jeranjang telah memanfaatkan beragam limbah untuk dijadikan bahan baku biomassa yang dimanfaatkan sebagai energi primer untuk mengurangi peran batu bara.

Adapun limbah tersebut mulai dari hasil olahan sampah atau solid recovered fuel (SRF), serbuk kayu atau sawdust, woodchip dan Limbah Racik Uang Kertas (LURK).

"Untuk PLTU Jeranjang kami menggunakan biomassa dari SRF , kemudian Sawdust dan woodchip,yang terakhir ada LURK, secara akumulatif total konsumsi biomassa PLTU Jeranjang sepanjang 2024 hingga Agustus ini mencapai 15.796 ton," kata Ariwibawa.

Pemanfaatan limbah yang dilakukan PLN Indonesia Power UBP Jeranjang dalam pelaksanaan program cofiring pun memberikan dampak ganda bagi masyarakat dan lingkungan. Salah satu koordinator masyarakat penyedia biomassa sawdust Mansyur mengungkapkan, PLN Indonesia Power UBP Jeranjang telah memberdayakan masyarakat sekitar PLTU Jeranjang untuk menyediakan bahan baku biomassa yang berasal dari wilayah sekitar Lombok.

"Kita mengumpulkan potensi-potensi lokal , kalau sumber kami adalah se-Pulau Lombok, jadi ada ratusan ton perkiraan yang didatangkan setiap harinya, untuk pendapatan tentunya meningkat dua kali lipatnya. Yang awalnya berpenghasilan 50 ribu setiap harinya kini dapat mencapai Rp 100 hingga 150 ribu," kata Mansyur.

Mansyur dan anggota kelompoknya mendapat target untuk menyediakan 3 ribu ton sawdust dalam satu tahun, untuk menyediakan hasil olahan serbuk gergaji tersebut membutuhkan tenaga 50 orang, selain itu juga ada pihak lain yang berperan dalam kegiatan ini.

Dengan adanya penyediaan sawdust ini terbukti membawa dampak menambah pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru, sehingga perekonomian wilayah Lombok bisa lebih menggeliat.

"Kalau kami ditarget menyediakan 3 ribu ton per tahun yang mana melibatkan kurang lebih 50 orang. Ada juga pihak lain yang terlibat," ucap Mansyur.

Mansyur melanjutkan, para pengrajin kayu juga mendapat manfaat dari program cofiring. Sebab, serbuk kayu yang sebelumnya hanya menjadi limbah kini memiliki nilai ekonomi.

"Kami kerja sama dengan para pengolah kayu yang ada di Lombok, rata-rata limbah serbuk kayu yang dipakai jenisnya sengon, jati dan mahogani, kalori yang dihasilkan oleh uap bahan kayu ini cukup baik," jelas Mansyur.