Ekonom Sebut Prabowo Dapat Warisan Kebijakan Utang Ugal-ugalan Pemerintahan Jokowi
- Sekretariat Presiden
Jakata, VIVA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini menyebut pemerintah Prabowo Subianto akan mendapat warisan kebijakan utang ugal-ugalan di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Didik menilai selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi kebijakan utang sangat ugal-ugalan.
Didik mengatakan, pada tahun depan defisit APBN Indonesia tercatat meningkat. Defisit anggaran RAPBN 2025 direncanakan sebesar Rp 616,2 triliun.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, defisit ini sangat besar dan mau tidak mau harus ditambal dengan utang. Selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi ini kebijakan utang memang ugal-ugalan, sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintahan Prabowo," kata Didik dalam keterangannya, Selasa, 20 Agustus 2024.
Didik menilai, dengan janji politik yang banyak dari Prabowo maka sulit bagi pemerintahan yang akan datang bisa mengurangi ketergantungan pada utang dengan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor-sektor yang ada. Sehingga, menurutnya, laju penerbitan surat utang negara akan terus meningkat dan merusak iklim makro karena suku bunga akan didorong naik.
Adapun hingga pertengahan tahun 2024, telah ditawarkan hampir Rp 1.000 triliun SBN, tetapi laku di pasar hanya sekitar Rp 517 triliun. Sebelumnya pada 2023, SBN yang ditawarkan di pasar mancapai Rp 1.800 triliun, namun laku di pasar sebesar Rp 807 triliun.
"Jadi selama 10 tahun ini pemerintah Jokowi sudah mendorong ekonomi utang masuk jurang sehingga harus gali lubang tutup lubang," ujarnya.
Didik membandingkan, Pemerintahan SBY mewarikan utang sekitar Rp 2.608 triliun. Namun, 10 tahun berikutnya jumlah utang mencapai Rp 8.338 triliun atau naik tiga kali lipat dengan pembayaran bunga yang sangat tinggi sebesar Rp 497 triliun.
"Beban bunga utang ini jauh lebih besar dari pos anggaran kementerian, sektor maupun propinsi mana pun. Jika dibandingkan misalnya dengan APBD propinsi, pembayaran utang ini 1.600 persen lebih tinggi total APBD rakyat Jawa Barat," terangnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan besarnya pembayaran utang jatuh tempo yang lebih dari Rp 800 triliun pada 2025.
Bendahara Negara ini mengatakan, besarnya utang jatuh tempo pada 2025-2027 tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) , ekonomi, dan politik Indonesia tetap baik di pasar.
"Kalau negara ini tetap kredibel APBN baik, kondisi ekonominya baik, kondisi politiknya stabil maka revolving itu sudah hampir dipastikan risikonya sangat kecil. Karena market beranggapan oh negara ini akan tetap sama, sehingga jatuh temponya seperti 2025, 2026, 2027 yang kelihatannya tinggi itu tidak jadi masalah," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI Kamis, 6 Juni 2024.
Dia menjelaskan, tingginya pembayaran jatuh utang tempo 2025-2027 itu disebabkan oleh pandemi COVID-19. Sebab saat itu membutuhkan Rp 1.000 triliun untuk belanja tambahan, pada saat penerimaan negara turun 19 persen.
"Jadi kalau tahun 2020 maksimal jatuh tempo dari pandemi kita di 7 tahun dan sekarang di konsentrasi, di 3 tahun terakhir 2025, 2026 dan 2027, sebagian di 8 tahun. Ini yang kemudian menimbulkan persepsi kok banyak yang numpuk," imbuhnya.
Adapun pembayaran utang jatuh tempo yang lebih dari Rp 800 triliun itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp 705,5 triliun, dan pinjaman Rp 94,83 triliun.\