Indef Sebut Kenaikan Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal
- VIVAnews/Arrijal Rachman
Jakarta, VIVA – DPR RI merestui Kementerian Keuangan untuk memberlakukan tarif baru cukai rokok mulai 1 Januari 2025, sehingga dipastikan akan berpengaruh terhadap harga jual rokok di pasaran.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan, dengan cukai dan pajak rokok yang lebih tinggi dan akan dibebankan langsung kepada konsumen, maka hal itu akan membuat mereka menanggung ongkos yang lebih tinggi untuk membeli rokok.
"Kenaikan cukai rokok diharapkan tidak hanya dilihat dari segi finansial dan inflasi, tetapi juga dari dampak pada aspek pekerja," kata Tauhid dalam keterangannya, Jumat, 9 Agustus 2024.
Dengan kondisi tersebut, ia berpendapat bahwa melambungnya peredaran rokok ilegal tidak bisa dihindari. Hal itu lantaran mahalnya harga jual eceran yang dipicu tingginya tarif cukai hasil tembakau, bersamaan dengan menurunnya produksi rokok legal.
Tauhid menilai bahwa selain soal kesehatan, kenaikan cukai rokok juga harus melihat terlebih dahulu kemampuan ekosistemnya, terlebih kemampuan atau daya beli konsumen. Pemerintah pun perlu meninjau juga dari sisi tingkat inflasi di masyarakat yang berkisar 2 persen, untuk menjaga penerimaan negara supaya langkah pengendalian konsumsi rokok juga tercapai.
"Daya beli masyarakat harus menjadi pertimbangan utama Pemerintah dalam menetapkan tarif cukai rokok tahun depan. Jika besaran tarifnya terlampau tinggi, justru akan membuka ceruk pasar yang makin luas bagi rokok ilegal lantaran gap harga dengan rokok legal kian melebar," ujar Tauhid.
Dalam konteks ini adalah pilihan yang rasional jika konsumen memilih rokok yang lebih terjangkau sesuai dengan daya belinya, termasuk rokok ilegal. Dikutip dari data Kementerian Keuangan, produksi rokok ilegal mencapai 7 persen dari total rokok di Indonesia per tahun, dan maraknya rokok ilegal itu terjadi seiring dengan penurunan produksi rokok.
“Kalau terlalu tinggi, maka akan ada gap harga beberapa jenis golongan rokok, khususnya SPM golongan I dan SKM golongan I, dengan golongan di bawahnya. Sehingga rokok ilegal akan muncul," ujarnya.
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan cukai nasional sebesar Rp 101,79 triliun pada semester I-2024, menurun 3,88 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut lantaran dipicu penurunan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 4,43 persen, yang merupakan kontributor utama penerimaan cukai.
Penurunan tersebut pun dinilai akibat terjadi fenomena downtrading, yakni produksi rokok lebih banyak dihasilkan oleh pelaku usaha golongan III yang memiliki tarif cukai lebih rendah.