Kemenko Marves Ungkap 800.000 Pajero hingga Fortuner Masih Tenggak Solar Subsidi
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Jakarta, VIVA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi melalui Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Rachmat Kaimuddin mengungkapkan, sekitar 800.000 kendaraan pribadi roda empat bermesin diesel masih menggunakan Biosolar bersubsidi.
Dia mengestimasi, konsumsi Biosolar bersubsidi oleh mobil serupa Mitsubishi Pajero, Toyota Fortuner, maupun Toyota Land Cruiser itu bahkan mencapai kisaran 477-573 liter per unit setiap tahunnya.
"Di Indonesia mana ada mobil diesel itu Low Cost Green Car (LCGC). Mobil diesel kalau beli yang mana? Ya Pajero Sport, Fortuner diesel, Land Cruiser. Enggak ada Agya yang diesel ya," kata Rachmat dalam diskusi 'Tekan Emisi, Perbaiki Kualitas Udara: Kebijakan Baru Subsidi BBM' di Jakarta, Senin, 5 Agustus 2024.
Dia mengatakan, saat ini para pengguna kendaraan roda empat bisa menikmati subsidi 4,3-11 kali lipat lebih besar dibanding pengendara sepeda motor. Apalagi jika mobil tersebut bermesin diesel, dan menggunakan Biosolar bersubsidi dengan anggaran yang lebih besar. Hal itu karena subsidi bensin (Pertalite) yang dikucurkan pemerintah hanya sekitar Rp 2.000 per liter, sedangkan subsidi solar mencapai hingga Rp 8.000 per liter.
"Kalau orang naik motor kita anggap dengan pola pemakaian tertentu bisa dapat Rp 1. Sementara kalau Agya pakai Pertalite bisa dapat Rp 4, lalu Innova bisa dapat Rp 5. Artinya orang yang naik motor hanya kita kasih seperlima dari orang yang naik Innova," ujar Rachmat.
Dia menambahkan, ada penghematan sekitar 30 persen jika pengguna Pajero Cs itu menggunakan Biosolar bersubsidi. Sementara nilai subsidi Biosolar saat ini berada di angka Rp 4.966 per liternya. Rachmat memperkirakan, pemilik mobil diesel yang menggunakan Biosolar bisa mendapat besaran subsidi di kisaran Rp 2,37 juta-Rp 2,84 juta per unit setiap tahun.
"Kita asumsikan dia (mobil diesel) lebih hemat 30 persen, itu dia bisa dapat 11-13 kali (lebih besar dari sepeda motor). Jadi terus terang ya, agak mengusik rasa keadilan," kata Rachmat.
Karenanya, Dia memastikan bahwa kini pemerintah tengah berupaya memperbaiki kualitas BBM di Indonesia, guna membereskan persoalan polusi udara yang berdampak buruk bagi kesehatan. Apalagi menurutnya masifikasi penggunaan kendaraan listrik tidak begitu bisa diandalkan untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia, mengingat pangsa pasar EV yang masih sangat kecil.
Sehingga, kebutuhan BBM dipastikan bakal terus meningkat hingga tahun 2040 mendatang, dan salah satu upaya strategis untuk membenahi problem polusi udara adalah dengan perbaikan kualitas BBM.
"Mau tidak mau kita harus handle BBM-nya, yang tadinya 2.500 ppm (tingkat sulfur) menjadi 500, itu harus diubah sesuai standar kita. Kemudian yang dulunya 50 ppm mungkin ke depan bisa 10 ppm," ujarnya.