Bursa Asia Kompak Anjlok Bersamaan Aksi Jual Saham Wall Street
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Asia, VIVA – Sebagian besar indeks di bursa Asia-Pasifik melemah pada pembukaan perdagangan Jumat pagi (2/8/2024). Kemerosotan terseret anjloknya indeks Nikkei 225 Jepang lebih dari 4 persen serta aksi jual di Wall Street.
Nikkei memperpanjang tren penurunan sebesar 2,62 persen pada Kamis (1/8/2024). Alhasil memimpin pengurasan nilai indeks di kawasan tersebut.
Hal serupa terjadi pada indeks Topix yang anjlok lebih dari 4 persen. Menyusul Kospi Korea Selatan yang tergelincir 2,31 persen.
Kosdaq yang berkapitalisasi kecil ikut turun sebesar 2,32 persen. Indeks S&P/ASX 200 Australia juga melemah 2,07 persen. Sehingga mundur dari titik tertinggi masa yang dicapai pada Kamis.
Indeks Hang Seng Hong Kong berada lebih rendah dari penutupan bursa. Nilai indeks turun dari level 17.304,96 menjadi 17.047.
Angka inflasi Korea Selatan pada bulan Juli sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan pasar. Indeks harga konsumen negara gingseng itu naik 2,6 persen tahun ke tahun. Sementara para ekonom hanya memprediksikan sebesar 2,5 persen.
Sentimen suram di bursa Asia muncul setelah aksi jual di Wall Street pada sesi perdagangan kemarin. Hasilnya tiga indeks utama Amerika Serikat jatuh karena kekhawatiran resesi.
Dow Jones Industrial Average turun sebesar 1,21 persen. S&P 500 merosot lebih parah, yakni 1,37 persen. Nasdaq Composite yang sarat saham sektor teknologi paling terpuruk sebesar 2,3 persen.
Indeks Russell 2000, patokan saham berkapitalisasi kecil yang akhir-akhir ini menguat juga ikut melemah 3 persen.
Di AS, data baru memicu ketakutan atas kemungkinan resesi dan kekhawatiran Federal Reserve AS (The Fed) mungkin menunda pemotongan suku bunga. Klaim pengangguran awal meningkat paling tinggi sejak Agustus 2023.
Indeks manufaktur ISM, barometer aktivitas pabrik di AS, mencapai 46,8 persen. Angkanya lebih buruk dari yang diharapkan dan menandakan kontraksi ekonomi. Setelah mencuatnya laporan tersebut, imbal hasil Treasury 10 tahun turun di bawah 4 persen untuk pertama kalinya sejak Februari.