Intip Kolaborasi Industri Semen RI dan Tiongkok Genjot Bisnis Berkelanjutan
- Megapixl
Jakarta, VIVA – Kolaborasi dalam menggenjot bisnis secara berkelanjutan terus dilakukan di berbagai sektor ekonomi saat ini. Salah satunya yang dilakukan industri semen di Indonesia.
Kolaborasi tersebut tercermin dalam kerja sama antara industri semen Indonesia dan Tiongkok dalam pengelolaan waste heat recovery. Hal itu dilakukan melalui program pertukaran yang difasilitasi oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO).
Industrial Development Officer UNIDO, Yunrui Zhou, mengatakan bahwa keberlangsungan dalam industri semen sangat penting. Oleh karenanya, UNIDO menfasilitasi kegiatan berbagi pengalaman antara industri semen Tiongkok dan Indonesia tersebut.
“UNIDO mendukung terbentuknya industri semen Indonesia yang hemat energi dan ramah lingkungan, melalui kerja sama Selatan-Selatan dalam industri hemat energi dan dan ramah lingkungan (SAP 150240) kerja sama Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Tiongkok, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan Asosiasi Semen Indonesia (ASI),” ujar Yunrui Zhou dalam pembukaan Exchange Programme on Waste Heat Recovery di Jakarta, dikutip dari keterangannya, Rabu, 31 Juli 2024.
Yunrui menjelaskan, Tiongkok memiliki industri semen yang unggul dan sudah hemat akan bahan dan energi. Selama ini, sektor semen sangat boros bahan dan energi. Padahal jika panas buangan dapat diakumulasikan dan digunakan kembali dalam produksi berikutnya, biaya penanganan limbah dan biaya energi untuk produksi semen akan berkurang.
Proses pemulihan limbah panas terdiri dari dua proses yakni pra-pemrosesan dan ko-pemrosesan. Pra-pemrosesan mengacu pada penyiapan limbah agar sesuai untuk ko-pemrosesan dalam tanur semen. Limbah diubah dari bahan buangan yang tidak diinginkan menjadi sumber daya yang berguna, yang disebut AFR atau bahan bakar dan bahan baku alternatif, yang dikenal sebagai bahan bakar padat yang dipulihkan. Ko-pemrosesan mengacu pada penggunaan AFR dalam produksi semen
Kondisi ini memungkinkan dapat digunakan untuk mengganti bahan bakar primer yang digunakan diantaranya batu bara, gas, dan petroleum coke.
“Melalui program ini, kedua negara dapat berkolaborasi dan berbagi pengetahuan dan sumber daya,” kata Yunrui.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi, menyambut baik kolaborasi kedua negara tersebut. Menurut Andi, perlu adanya kolaborasi antarnegara agar dapat menurunkan emisi pada sembilan sektor yang ada.
“Kita bisa bertukar pikiran dengan industri di Tiongkok. Apalagi industri semen di Tiongkok cukup maju yakni peringkat keenam. Kita bisa berkolaborasi dalam menurunkan limbah,” kata Andi.
Sementara itu, Deputi Direktur Jenderal Departemen Konversi Energi dan Pemanfaatan Sumber Daya Kementerian Industri dan Informasi Tiongkok, Ding Zhijun, mengatakan Tiongkok belum banyak melakukan pertukaran energi pada bidang energi terbarukan. Apalagi Tiongkok saat ini memiliki perhatian yang tinggi pengurangan emisi karbon.
“Saat ini tingkat polusi udara di Tiongkok sudah baik. Emisi turun hingga 30 persen,” kata Ding Zhijun.
Oleh karenanya pihaknya menyambut baik program pertukaran yang dilakukan industri semen Indonesia dan Tiongkok melalui fasilitasi dari UNIDO tersebut.
Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Lilik Unggul Raharjo, menyambut positif program pertukaran pengetahuan dan pengalaman tersebut karena sesuai dengan visi misi asosiasi terkait dekarbonisasi. Ada sejumlah inisiatif yang dilakukan untuk dekarbonisasi yang dilakukan ASI, yakni meningkatkan efisiensi pemakaian energi, memproduksi semen ramah lingkungan, mengubah penggunaan bahan bakar fosil ke energi alternatif.
“Saat ini, kami punya peta jalan dan jika dibandingkan 2010, kita sudah mengalami penurunan emisi dari 730 CO per kilogram turun sekarang menjadi 620 CO per kilogram,” kata Lilik.
Tantangan yang perlu dihadapi industri semen diantaranya investasi pada bidang teknologi karena harus melakukan penyesuaian pada penggunaan bahan bakar alternatif, kebijakan dari pemerintah yang perlu disinkronkan penggunaan bahan bakar alternatif dan kemudahan perizinan, hingga kesulitan mendapatkan bahan bakar alternatif di sejumlah daerah.
“Kami berharap ada insentif, sehingga pabrik semen mendapatkan kemudahan dalam memodifikasi peralatan,” tambahnya.