HM Sampoerna Cetak Laba Bersih Rp 3,3 Triliun Semester I-2024, Turun 11,6 Persen

Logo HM Sampoerna.
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Emiten produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) melaporkan perolehan pendapatan bersih mencapai Rp 57,8 triliun, dan laba bersih sebesar Rp 3,3 triliun pada semester I-2024.

"Pada Semester I-2024, Sampoerna mencatatkan volume penjualan sebesar 39,9 miliar batang, pendapatan bersih Rp 57,8 triliun, dan laba bersih Rp 3,3 triliun," kata Presiden Direktur Sampoerna, Ivan Cahyadi, dalam keterangannya, Senin, 29 Juli 2024.

Dia menjelaskan, pendapatan bersih mengalami kenaikan sebesar 3 persen, dan volume penjualan serta laba bersih mengalami penurunan masing-masing sebesar 3 persen dan 11,6 persen dibandingkan semester I-2023. Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari kinerja industri hasil tembakau yang masih dipengaruhi dinamika pasar.

Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX)

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Ivan mengatakan, sampai saat ini industri hasil tembakau di Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan. Namun, Dia menegaskan bahwa keberhasilan Sampoerna dalam mempertahankan kepemimpinan di industri tembakau nasional, ditunjang oleh inovasi pada keseluruhan portfolio yang mencakup peluncuran merek baru.

"Baik pada segmen rokok maupun di segmen produk tembakau inovatif," ujarnya.

Selain itu, Ivan memaparkan bahwa pihaknya juga berhasil melakukan penambahan fasilitas produksi sigaret kretek tangan (SKT), di mana pihaknya membuka 2 pabrik SKT dan menambah 5 Mitra Produksi Sigaret (MPS).

"Sementara kinerja ekspor berhasil diraih dengan nilai mencapai lebih dari US$100 juta hingga semester I-2024," kata Ivan.

Gedung IDX, Indonesia Stock Exchange (Bursa Efek Indonesia)

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Walaupun pertumbuhan ekonomi relatif stabil, Ivan mengakui bahwa daya beli konsumen dewasa secara keseluruhan cenderung melemah. Tantangan industri hasil tembakau juga ditambah dengan tekanan kenaikan tarif cukai sebesar dua digit jauh di atas tingkat inflasi, dan semakin melebarnya jarak tarif cukai antar segmen.

Menurut Ivan, hal inilah yang mendorong perpindahan konsumsi dari golongan 1 dengan tarif cukai paling tinggi ke produk yang lebih murah (downtrading), dan bahkan makin maraknya peredaran rokok ilegal. Pangsa pasar segmen di bawah golongan 1 pada semester I-2024 telah mencapai lebih dari 44 persen, atau bertumbuh lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2017.

"Ke depannya, kami berharap pemerintah terus melanjutkan kebijakan cukai hasil tembakau multiyears (tahun jamak) berdasarkan parameter ekonomi yang jelas, seperti tingkat inflasi serta mempertimbangkan daya beli masyarakat untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif bersama upaya pemberantasan rokok ilegal secara berkelanjutan," ujarnya.