Menkeu Sri Mulyani Pelajari Insentif Perpajakan untuk Family Office

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

JakartaMenteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara soal rencana implementasi Family Office di Indonesia. Dia menyebutkan, saat ini pihaknya tengah mengodok insentif tersebut. 

Sri Mulyani mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain mengenai insentif ini. Sebab terdapat negara di dunia yang sukses dengan menjalankan Family Office. 

“Kalau insentif seperti yang disebutkan Pak Luhut dari sisi desain rancangan dari keberadaan Family Office itu akan seperti apa, kita akan melakukan benchmarking terhadap pusat-pusat dari Family Office yang ada di berbagai negara, ada yang sukses ada yang tidak sukses, jadi kita belajar dari situ,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kompleks Kementerian Keuangan Senin, 22 Juli 2024.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Dia menjelaskan, untuk insentif perpajakan ini, Indonesia sudah memiliki beberapa insentif seperti Tax Holiday dan Tax Allowance yang diberikan untuk Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Kalau mengenai peraturan perpajakan insentif perpajakan kita punya banyak pelajaran seperti tax holiday, tax allowance seperti yang saat ini sudah kita berikan untuk IKN, ini juga cukup banyak sebetulnya dalam kerangka peraturan untuk pemberian insentif perpajakan,” ujarnya.

“Jadi kita lihat kemajuan dari pembahasan Family Office itu sendiri,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meyakini, pembentukan Family Office akan memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia, termasuk pada aspek peningkatan cadangan devisa.

Luhut menargetkan pembentukan Family Office akan bisa terlaksana sebelum bulan Oktober 2024, atau sebelum masa pemerintahan Presiden Jokowi selesai.

Dia juga mengaku telah melakukan kunjungan ke Abu Dhabi untuk menemui pemerintah setempat, guna berbagi pengalaman terkait pembentukan dan pelaksanaan Family Office tersebut. Hal itu antara lain untuk mengetahui berapa batas minimum investasi yang harus dikeluarkan oleh investor melalui Family Office tersebut, berapa banyak serapan tenaga kerja, dan hal-hal terkait lainnya.

"Kita bicara berapa minimum yang harus mereka masukkan (investasinya), dan berapa pegawai yang me-run office-nya di sini, itu saya kira teknis. Tapi ini harus selesai sebelum Oktober," ujar Luhut.

Dia mengaku, berbagai hasil dari pertemuan dengan pemerintah Abu Dhabi itu pun telah dilaporkannya kepada Presiden Jokowi. Hal itu termasuk soal kepastian hukum bagi para investor, yang akan menaruh uangnya di Indonesia melalui Family Office tersebut.

"Masalah arbitrase misalnya, itu tidak bisa ada banding-banding. Karena itu judges (hakim) yang dipakai juga judge internasional," kata Luhut.

"Saya juga sudah lapor ke Pak Presiden, dan mengatakan, 'Ya sudah Pak, kita tiru saja hakim yang dipakai Singapura, Abu Dhabi, Hong Kong, sehingga bisa memastikan akan memberikan kepastian hukum kepada orang yang menginvestasikan dananya ke mari'," ujarnya.