Raksasa Bisnis Malaysia di Indonesia

Menara Petronas Malaysia, salah satu ikon Malaysia yang menjadi kunjungan favorit turis.
Sumber :
  • AP Photo

VIVAnews -  Hubungan Indonesia - Malaysia kembali memanas. Apalagi, setelah Menlu Malaysia siap mengeluarkan anjuran (travel advisory) kepada warganya untuk berhati-hati ke Indonesia jika demonstrasi anti Malaysia di Indonesia kian menjadi-jadi.

Pemicu perseteruan ini bermula dari penahanan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia oleh Polisi Laut Malaysia (MPM) di perairan Tanjung Berakit, Bintan pada 13 Agustus 2010. Mereka ditangkap tidak lama setelah menahan tujuh nelayan Malaysia yang diduga kuat masuk wilayah kedaulatan RI secara ilegal.

Aksi penahanan itu berbuntut panjang. Aksi protes merebak. Bahkan, protes di depan Kedubes Malaysia pada Senin lalu berlanjut dengan melempar tinja dan menginjak-injak dan membakar kain yang mirip dengan bendera Malaysia, Jalur Gemilang.
 
Rabu kemarin, protes keras juga berlangsung di Jakarta. Massa dari Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) berunjuk rasa di dua perusahaan besar Malaysia di Jakarta. Kantor perusahaan minyak Malaysia, Petronas di Jalan Sudirman dan kantor Bank CIMB di Jalan Gatot Subroto.

Pada Agustus tahun lalu, hubungan kedua negara juga memanas. Selain dipicu oleh Noordin M Top, gembong teroris asal Malaysia yang menjadi otak sejumlah ledakan bom di Indonesia, menghangatnya hubungan kedua negara juga disebabkan oleh aksi Malaysia yang mengklaim sejumlah warisan budaya milik Indonesia, termasuk Tari Pendet yang benar-benar asal Bali.

Berbeda dengan hubungan politik dan sosial kedua negara yang naik turun, di sektor bisnis jalinan kedua negara sudah sangat jauh. Bahkan, Malaysia sudah cukup jauh melangkah ke Indonesia. Malaysia telah merambah ke berbagai sektor bisnis strategis di Indonesia, mulai dari sektor telekomunikasi, perminyakan, perkebunan, perbankan, penerbangan, otomotif, jalan tol dan berbagai sektor bisnis lainnya.

Nama-nama perusahaan itu antara lain adalah XL Axiata, Petronas, CIMB Niaga, Maybank, Air Asia, Sime Darby, PLUS Express Way, Proton dan lainnya.

Mereka memanfaatkan pasar Indonesia yang sangat besar. Jumlah penduduk 237 juta jiwa merupakan target besar untuk menjaring keuntungan dari negeri ini, ketimbang jumlah penduduk Malaysia yang hanya 27 juta jiwa.

Berikut ini sejumlah profil singkat ekspansi grup bisnis Malaysia di Indonesia.

1. XL Axiata Tbk
XL Axiata yang dikenal dengan XL adalah salah satu operator seluler terbesar ketiga di Indonesia setelah PT Telkomsel dan PT Indosat. Bahkan, dalam bulan Ramadan ini, XL merupakan salah satu operator yang sangat agresif melakukan ekspansi, termasuk menjaring pelanggan baru. Kepemilikan saham XL saat ini mayoritas dipegang oleh raksasa telekomunikasi Malaysia, yakni Axiata Group Berhad (“Axiata Group”) melalui Axiata Investments (Indonesia) Sdn Bhd (dahulu Indocel Holding Sdn Bhd) (66,7%) dan sisanya Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat) melalui Etisalat International Indonesia Ltd. (13,3%) serta publik (20%).

2. CIMB Niaga
CIMB Niaga adalah salah satu bank papan atas dan berada di urutan ke lima bank terbesar di Indonesia. CIMB Niaga yang merupakan penggabungan Bank Lippo dan Bank Niaga dikendalikan oleh perbankan asal Malaysia. Pemegang sahamnya adalah CIMB Group Sdn Bhd sebesar 56,1%, Santubong Ventures Sdn Bhd 16,65%, Greatville Pte Ltd 2,58%. Publik memiliki saham sekitar 24 persen.

3. Air Asia
Air Asia adalah salah satu maskapai penerbangan asal Malaysia. Maskapai yang mengklaim sebagai salah satu penerbangan murah ini melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia dengan membuka rute-rute penerbangan ke sejumlah jalur gemuk di Indonesia.

4. Petronas
Petronas adalah perusahaan migas raksasa asal Malaysia yang melakukan ekspansi di Indonesia. Petronas bukan hanya ikut melakukan eksplorasi untuk menyedot minyak dan gas Indonesia, tetapi Petronas juga membuka jaringan yang melayani penjualan bahan bakar minyak melalui pembukaan sejumlah pom bensin.

5. Sime Darby

Sime Darby adalah grup bisnis perkebunan besar asal Malaysia hasil merger dari Kumpulan Guthrie, Golden Hope dan Sime Darby. Sebelum merger, Kumpulan Guthrie telah membeli ratusan ribu hektare perkebunan di Sumatra milik Grup Salim setelah diambilalih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai bagian dari penyelesaian utang Grup Salim.

6. PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII)
BII adalah salah satu bank papan atas di Indonesia. Bank ini semula milik Grup Sinar Mas, belakangan diambilalih BPPN dan dilepas kepada konsorsium Sorak pada Desember 2003. Pada 30 September 2008, 55,51 persen saham Sorak diambilalih oleh Mayban Offshore Corporate Services (Labuan) Sdn. Bhd, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Malayan Banking Berhad (Maybank). Maybank adalah salah satu grup bisnis perbankan besar di Malaysia.