Bantah Likuiditas Perbankan Mulai Ketat, Gubernur BI: DPK Masih Tumbuh 8,45 Persen
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo membantah bahwa saat ini likuiditas di perbankan mulai ketat. Hal ini dapat dilihat dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada kuartal II-2024 yang tercatat tinggi sebesar 25,36 persen.
Adapun BI telah menyalurkan likuiditas kepada perbankan dengan total senilai Rp 255 triliun. Sehingga menurutnya, rasio AL/DPK masih lebih cukup dari 15 persen.
“Apakah likuiditas juga ketat? Wong DPK tumbuh 8,45 persen. Jadi tambahan likuiditas AL/DPK tinggi dari tambahan insentif likuiditas BI, DPK tumbuh 8,45 persen, dan dari ekspansi moneter,” ujar Perry dalam konferensi pers dikutip Kamis, 18 Juli 2024.
Menurutnya, likuiditas perbankan terjaga sejalan tambahan insentif likuiditas kebijakan makroprudensial, ekspansi operasi moneter, dan aliran masuk portofolio asing, di samping tingginya kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga berdampak pada suku bunga perbankan yang tetap terjaga.
“Faktor keempat tambahan likuiditas dari mana? dari inflow. Asing inflow kan likuiditas rupiah nambah, karena orang asing itu membawa valas ditukar rupiah. Sehingga likuiditas itu cukup AL/DPK 25,36 persen,” jelasnya.
Meski demikian, Perry menilai tidak semua bank rajin menyalurkan kredit tergantung modal bisnis. Karena ada sebagian besar bank yang rajin salurkan kredit sehingga mendapat likuiditas dari BI.
“Yang enggak rajin enggak dapet likuiditas. Faktor-faktor itu yang membawa keseluruhan industri likuiditas itu tinggi 25,36 persen, ada tambahan insentif likuiditas DPK dari aliran modal asing dan seterusnya,” imbuhnya.