Zulhas Pamer Industri Besi dan Baja RI Tempati Posisi ke-4 Dunia
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut, industri besi dan baja Indonesia menempati posisi ke-4 dunia. Sehingga menurut dia, industri baja memberikan andil besar pada stabilitas perekonomian nasional.
Zulhas mengatakan, pemerintah akan terus mendukung upaya industri besi dan baja sebagai produk andalan ekspor Indonesia di masa yang akan datang.
“Industri besi dan baja Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia. Pada 2023 nilai ekspor besi baja kita US$26,70 miliar, mengalami peningkatan 261,49 persen dari tahun 2019 yang tercatat sebesar US$7,39 miliar,” kata Zulhas dalam keterangannya Kamis, 11 Juli 2024.
Zulhas menuturkan, baja merupakan komoditas pembangunan infrastruktur di Indonesia. Salah satunya untuk Ibu Kota Nusantara (IKN), di Kalimantan Timur.
"Baja menjadi andalan ekspor Indonesia. Baja terus menjadi komoditas pembangunan infrastruktur dan mendorong industri manufaktur di dalam negeri, seperti Ibu Kota Nusantara (IKN). Di sisi lain peran industri baja memberikan perekonomian yang stabil," tuturnya.
Zulhas mengungkapkan, pertumbuhan industri dan ekspor besi dan baja Indonesia berkembang sangat pesat pada lima tahun terakhir sejak 2019—2023. Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai negara pengekspor besi dan baja dunia dari sebelumnya peringkat ke-17 pada 2019.
Sementara pada 2023, nilai ekspor besi dan baja Indonesia mencapai US$26,70 miliar,
naik 261,49 persen dari 2019 yang tercatat sebesar US$7,39 miliar. Nilai impor besi baja pada 2023 sebesar US$11,38 miliar sehingga neraca perdagangan besi dan baja Indonesia pada 2023 mencatatkan surplus US$15,32 miliar.
Konsumsi baja nasional, kata Zulhas, diperkirakan mencapai 18,3 juta ton atau tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2024. Pertumbuhan ini ditopang berbagai kondisi yang menjadi pendorong permintaan
baja.
“Indonesia juga gencar mengembangkan infrastruktur dan mendorong industri manufaktur, seperti pembangunan IKN, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan industri otomotif. Sedikitnya, terdapat 41 proyek prioritas strategis nasional yang ditargetkan selesai tahun 2024,” jelasnya.
Di sisi lain Zulhas mengatakan, industri besi baja Indonesia masih dihadapkan restriksi perdagangan dari negara lain. Beberapa di antaranya seperti pengenaan trade remedies dan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Meski demikian menurut Zulhas, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengatasi berbagai hambatan perdagangan tersebut. Salah satunya, diwujudkan dengan kegiatan pelepasan ekspor produk baja berteknologi tinggi sebanyak 160 ton senilai US$195 ribu ke negara tujuan Australia, Kanada, dan Puerto Rico pada Jumat, (21/6) lalu.
“Kolaborasi adalah kunci. Saya harap kita dapat terus bekerja sama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di tengah melambatnya ekonomi dunia, kalau kita terampil, ada peluang. Di tengah polarisasi, produk Indonesia masih diterima di pasar global,” imbuhnya.