Kemenkeu Buka Suara soal Bea Masuk 200 Persen untuk Produk China

ilustrasi impor.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu buka suara terkait rencana pengenaan bea masuk produk impor barang-barang asal China yang mencapai 200 persen. Saat ini pihaknya dan kementerian perindustrian masih mengkaji aturan tersebut. 

Febrio mengatakan, untuk saat ini pemerintah sedang memetakan dampak yang mungkin timbul jika kebijakan itu dilaksanakan.

“Kita harus lihat dari hulu sampai hilirnya, mulai dari bahan baku seperti serat, lalu sampai kain, sampai pakaian. Jadi itu semuanya ada produksi di Indonesia juga,” kata Febrio kepada awak media di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Photo :
  • M Yudha P / VIVA.co.id

Febrio mengungkapkan, saat ini China sedang mengalami kelebihan produksi barang. Sehingga kelebihan barang itu akhirnya dikirim ke Indonesia dengan harga yang murah alias dumping.

“Ini yang sedang kita siapkan sama-sama ada Kemenperin, Kemendag dengan asosiasi. Sehingga kita lihat secara lengkap dari hulu sampai hilirnya nanti kita akan segera putuskan untuk bisa dituangkan menjadi tarif yang disepakati,” ujarnya. 

Lebih lanjut, dia mengatakan, Pemerintah akan melakukan dua rapat terkait besaran tarif bea masuk yakni rapat kepentingan nasional dan rapat tarif.

“Akan ada dua level rapatnya tim kepentingan nasional, dan terakhir di tim tarif. Nanti akan kita putuskan (besaran tarifnya),” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Indonesia, Zulkifli Hasan mengatakan, sebagai upaya untuk mengurangi dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Indonesia akan menerapkan tarif impor hingga 200 persen, pada barang-barang dari China.

Menurut Zulkifli, perang dagang yang sedang berlangsung antara China dan negara-negara Barat menyebabkan situasi kelebihan pasokan di negara Asia tersebut. Produk-produk China yang ditolak oleh negara-negara Barat terpaksa dialihkan ke pasar lain seperti Indonesia.