Daya Saing RI Naik ke Posisi 27, Pengamat: Dongkrak Kepercayaan Investor
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Makassar (UNM) Andika Isma mengapresiasi peningkatan daya saing Indonesia yang mencetak rekor dengan berada pada posisi ke-27 dari 67 negara yang diyakini mendongkrak kepercayaan investor.
Menurutnya, hasil itu tidak lepas dari tangan dingin Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang melakukan sejumlah perombakan seperti kemudahan perizinan berusaha melalui Sistem Online Single Submission (OSS).
“Peningkatan peringkat daya saing Indonesia yang mencapai posisi ke-27 dari 67 negara menurut Institute for Management Development (IMD) adalah sebuah pencapaian signifikan. Ini menunjukkan bahwa Indonesia telah membuat kemajuan yang cukup berarti dalam berbagai aspek yang diukur oleh IMD, seperti efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur, dan performa ekonomi,” ujar Andika, Sabtu, 29 Juni 2024.
Andika menilai peningkatan ini juga sebagai cerminan dari keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam melakukan reformasi birokrasi yang berdampak positif bagi pertumbuhan investasi dan bisnis di Indonesia.
“Peningkatan ini juga mencerminkan keberhasilan dalam berbagai reformasi kebijakan yang telah diterapkan, serta peningkatan iklim investasi dan bisnis di Indonesia,” ucapnya.
Andika menuturkan peningkatan peringkat daya saing Indonesia tentu dapat meningkatkan kepercayaan investor, terutama investor asing. Posisi yang lebih tinggi dalam peringkat global menunjukkan bahwa Indonesia menjadi tempat yang lebih menarik dan stabil untuk investasi.
Hal tersebut bisa menarik lebih banyak modal asing yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi lebih lanjut dengan menjaga stabilitas politik dan memberikan kepastian hukum.
“Namun, kepercayaan investor tidak hanya didasarkan pada peringkat saja. Mereka juga mempertimbangkan stabilitas politik, kepastian hukum, dan ketersediaan infrastruktur yang memadai,” ucapnya.
“Oleh karena itu, meskipun peningkatan peringkat adalah sinyal positif, tetap diperlukan upaya berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan investasi yang kondusif dan dapat diandalkan,” tambahnya.
Lebih lanjut dosen ekonomi dan bisnis itu menganjurkan pemerintah untuk terus berupaya agar peringkat daya saing Indonesia lebih tinggi lagi dengan beberapa langkah salah satunya yaitu melakukan reformasi struktural berkelanjutan.
“Melanjutkan reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi dan regulasi. Mempermudah proses perizinan dan mengurangi hambatan administratif akan sangat membantu, hal ini pasti selalu jadi hambatan di mana pun, kecuali kita punya orang dalam,” jelasnya.
Selain itu juga Andika mendorong agar pemerintah terus menggenjot berbagai pembangunan infrastruktur sebagai stimulus menarik minat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Yang tidak kalah penting kata Andika, pemerintah juga harus meningkatkan kecakapan dan kemampuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing secara global.
Dikatakan Andika sektor inovasi teknologi dan kerja sama Internasional juga perlu diperhatikan pemerintah sebab perkembangan teknologi yang semakin cepat serta kerja sama internasional harus dibuka seluas-luasnya untuk menciptakan peluang ekonomi.
“Mendorong inovasi dan penggunaan teknologi dalam bisnis dan industri. Ini termasuk mendukung start-up dan perusahaan teknologi melalui kebijakan dan insentif yang tepat. Lalu meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang perdagangan, investasi, dan teknologi. Kerja sama ini bisa membuka akses ke pasar yang lebih luas dan meningkatkan transfer teknologi,” tukasnya.
Sebelumnya, International Institute for Management Development (IMD) melalui rilis World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 tentang daya saing berbagai negara memperlihatkan Indonesia menempati peringkat 27 dari 67 negara, naik 7 peringkat dari tahun lalu di posisi 34 dengan skor 71,52.
Sejak 1997, baru kali ini Indonesia menembus peringkat 20-an, hanya di bawah Singapura (peringkat 1) dan Thailand (peringkat 25) untuk kawasan Asia Tenggara.