Mirip TikTok Shop, Pemerintah Waspadai Masuknya E-Commerce Temu Asal China

[dok. Jajaran Asisten dan Plh Deputi Kemenko Perekonomian, dalam diskusi di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Juni 2024]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, telah mengawasi salah satu platform e-commerce asal China, Temu. Platform ini diupayakan tidak beroperasi di Indonesia karena dinilai akan mengancam sektor UMKM nasional.

Temu merupakan platform e-commerce asal China yang mirip seperti Amazon, Alibaba, Shopee, dan lain sebagainya. Aplikasi Temu ini bisa menghubungkan langsung produk-produk dari pabrik kepada pihak pembeli. Sehingga, hal ini dinilai bisa mematikan para pelaku UMKM, karena tidak akan ada lagi reseller, afiliator, dan pihak ketiga yang bisa terlibat dalam rantai pasok produk karena jalur distribusinya sudah dipangkas oleh aplikasi Temu tersebut.

"Kita perlu mengantisipasi apabila mereka juga beroperasi di Indonesia," kata Asisten Deputi Koperasi dan UMKM, Herfan Brilianto Mursabdo dalam diskusi di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Juni 2024.

Jajaran Plh Deputi dan Asisten Deputi Kemenko Perekonomian, dalam diskusi di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu 12 Juni 2024

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Meski demikian, Herfan menegaskan bahwa sebenarnya pemerintah telah melakukan beberapa langkah antisipatif guna mengatasi hal tersebut. Dimana salah satunya adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023.

Beleid itu sendiri mengatur tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik, yang secara tegas memisahkan antara media sosial dan e-commerce sebagai respons pada fenomena TikTok Shop yang terjadi sebelumnya.

Selain itu, Permendag yang sama juga telah mengatur sejumlah ketentuan terkait Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang juga bisa djadikan acuan bagi aplikasi-aplikasi e-commerce dan media soaial yang lain.

"Dalam pasal 18 (Permendag No. 31/2023) itu ada kewajiban untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini, untuk memiliki perwakilan di Indonesia bagi wilayah operasinya di Indonesia. Beberapa klausul di dalamnya juga mengharuskan perusahaan-perusahaan ini mematuhi aturan-aturan lain yang ada di Indonesia," ujar Herfan.

Menurutnya, langkah ini merupakan salah satu cara untuk memastikan agar inovasi baru seperti aplikasi Temu ini, tidak serta-merta berdampak secara langsung kepada sektor UMKM di Indonesia. Meskipun, Herfan sendiri mengakui bahwa aturan itu belum cukup mampu untuk menyelamatkan UMKM, karena inovasi-inovasi lainnya masih akan terus berkembang di masa mendatang. Apalagi, hadirnya platform ini guna memotong mata rantai antara produsen dengan konsumen.

Pemerintah, lanjut Herfan, perlu mempelajari secara terus menerus dampak dari inovasi-inovasi digital ini, terhadap ekosistem e-commerce serta UMKM di Tanah Air. Hal inilah yang menurutnya menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah, utamanya untuk melindungi sektor UMKM secara nasional.

"Ini jadi PR yang cukup besar bagi pemerintah, karena lagi-lagi terkait UMKM. PR kita yang pertama adalah meningkatkan literasi digitalnya terlebih dahulu. Maka kami mengajak 64 juta UMKM atau hampir 97 persen dari jenis usaha di Indonesia, untuk mulai masuk ke dalam literasi digital," ujarnya.