Dinilai Merugikan, Asosiasi Periklanan Desak Aturan Iklan Rokok di RPP Kesehatan Ditinjau Ulang
- dw
Jakarta – Sejumlah Asosiasi Periklanan di bawah Dewan Periklanan Indonesia (DPI), menilai adanya bias pada sejumlah pasal terkait pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship bagi produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
"Jika dibiarkan, turunan teknis regulasi ini dikhawatirkan dapat mengancam keberlanjutan sektor periklanan di Indonesia," kata Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi, dalam keterangannya, Rabu, 12 Juni 2024.
Salah satu yang dikritisi dalam RPP Kesehatan adalah pasal yang menetapkan zona bebas iklan produk tembakau, pada media luar ruang sebesar radius 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Fabianus mengatakan, pasal tembakau dalam RPP Kesehatan tersebut sangat rumit untuk diimplementasikan, dan akan menimbulkan multitafsir bahkan kerugian di lapangan.
"Kami sangat menyesalkan adanya pengaturan media luar ruang yang mengharuskan adanya jarak 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Hal ini sama saja dengan pelarangan total, karena sulit sekali untuk dilaksanakan," ujarnya.
Fabianus berpendapat, beleid ini telah menunjukkan bahwa pembuat regulasi, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), telah bertindak sepihak. Hal-hal seperti ini menurutnya terjadi karena tidak adanya komunikasi, atau pelibatan pemangku kepentingan yang terdampak pada diskusi regulasi. "Dan sekarang, Menkes terlihat buru-buru merealisasikannya," kata Fabianus.
Dari satu pasal itu saja, kata Fabianus, sektor usaha media luar ruang seperti penyedia jasa iklan melalui baliho, reklame, hingga videotron, akan tertekan. Belum lagi 44 persen anggota AMLI di seluruh Indonesia terancam gulung tikar, dengan adanya aturan pelarangan iklan produk tembakau di RPP Kesehatan tersebut.
“Usaha media luar ruang akan terancam bangkrut dan ini akan menimbulkan gelombang PHK. Padahal, mayoritas dari presentase tersebut justru adalah anggota kami yang skalanya menengah ke bawah," ujarnya.
Senada, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto menegaskan, selama ini pelaku industri periklanan telah menaati peraturan dalam mengiklankan produk tembakau dan turunannya.
Menurutnya, adanya rencana aturan baru di RPP Kesehatan terkait pengetatan jam tayang iklan maupun area beriklan produk tembakau, hanya akan memunculkan konsekuensi dan berdampak signifikan pada bisnis periklanan. Terlebih, pengaturan iklan rokok sendiri sudah diatur dalam PP 109 Tahun 2012, di mana pengaturannya dinilai sudah cukup komprehensif.
"Kami berharap agar pemerintah dapat meninjau ulang aturan tembakau di RPP Kesehatan, dan melibatkan pelaku industri periklanan dalam menentukan arah kebijakan tersebut. Agar kebijakan yang disahkan nantinya dapat berimbang dan ideal," ujarnya.