Siap-siap! Harga Beras Diprediksi Kembali Melonjak di Semester II-2024

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi
Sumber :
  • Antara

Jakarta – Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperkirakan bahwa harga beras akan kembali mengalami kenaikan pada semester II-2024, atau sekitar bulan Juli sampai Desember 2024 mendatang.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengatakan, hal itu disebabkan oleh adanya potensi penurunan produksi beras nasional, pada kisaran enam bulan terakhir di tahun 2024 ini.

Penurunan produksi beras pada periode tersebut dipastikan juga akan membuat pasokan di pasaran berkurang. Sehingga, hal itu juga akan turut mengerek harga gabah, dan berpengaruh pada harga beras.

"Ketika semester II, produksi pasti di bawah. Sehingga akan ada perebutan gabah dan hal itu yang akan memicu kenaikan harga di setiap akhir tahun. Malah di tahun ini, dalam 2-3 bulan ke depan (harga beras) diprediksi akan naik," kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin, 10 Juni 2024.

Harga beras melambung tinggi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Arief memprediksi, kenaikan harga gabah dan beras akan mencapai harga eceran tertinggi (HET) dan harga pembelian pemerintah (HPP), yang telah dinaikkan sebelumnya. Hal itu sebagaimana termaktub dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 tahun 2024 tentang Perubahan atas Perbadan Nomor 7 tahun 2023 tentang HET Beras.

"Ada kemungkinan (kenaikan di atas HPP) pada saat gabah rendah," kata Arief.

Selain itu, ia pun menjelaskan perihal proyeksi Survei Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyebut bahwa produksi beras pada Januari-Juli 2024 hanya sekitar 18,64 juta ton atau lebih rendah 2,64 juta ton dibandingkan periode sebelumnya.

Ia memastikan bahwa masalah tersebut akan mendapat perhatian pemerintah, mengingat dalam beberapa waktu ke depan akan terjadi musim kemarau.

"Proyeksi KSA BPS, berdasarkan amatan April 2024, total produksi beras Januari sampai Juli 2024 yakni sebesar 18,64 juta ton, atau lebih rendah 2,64 juta ton (-13,25 persen) dibanding periode yang sama pada periode tersebut," ujarnya.

"Dan tentunya hal tersebut menjadi concern bagi kami, dalam menghadapi bulan-bulan berikutnya. Mengingat kita akan memasuki musim kemarau," ujarnya.