Luhut Pandjaitan Sebut BTS Tak Perlu karena Ada Starlink, Pengamat: Keliru dan Ketidakpastian

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan
Sumber :
  • VIVA / Riyan Rizki

VIVA – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengenai tak membutuhkan lagi BTS karena sudah ada Starlink dinilai Dr. Drs. Trubus Rahardiansah, M.S., S.H., M.H. pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, keliru dan membuat ketidakpastian iklim berusaha di sektor telekomunikasi

Saat ini sudah banyak perusahaan telekomunikasi, vendor perangkat, seperti Huawei, penyedia handset, retail outlet penjual voucer maupun kartu perdana, yang gelisah akibat pernyataan Luhut tersebut.

“Sudah puluhan tahun dan investasi besar telah dikeluarkan perusahaan telekomunikasi guna mendukung program pemerintah menyediakan layanan telekomunikasi. Bukti nyata mereka hadir dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional sudah terbukti. Apa iya pemerintah tak membutuhkan mereka lagi dan akan beralih ke Starlink yang baru di Indonesia. Apa lagi niat investasi mereka di Indonesia sekadar gimik belaka. Bahkan Luhut sendiri di media menyatakan putus asa tarik investasi Tesla ke Indonesia,”kata Trubus.

Pernyataan Luhut dan beberapa pejabat di Kominfo yang terus membela Starlink dinilai Trubus membuktikan mentalitas inlander (kaum yang pernah di jajah bangsa lain) masih dimiliki oleh pejabat yang saat ini berkuasa.

Sebagai pejabat di negara terbesar di ASEAN dan berdaulat penuh, harusnya Luhut dan pejabat Kominfo tak perlu menjadi corong untuk membela Starlink. Trubus melihat pembelaan yang dilakukan Luhut dan pejabat di Kominfo membuktikan iklim investasi di Indonesia ada permasalah serius sehingga tak menarik bagi investor asing. Khususnya investor dari Amerika.

“Harusnya Luhut dan pejabat Kominfo tak membela dan menjadikan Starlink anak emas. Jika iklim investasi di Indonesia menarik, pasti asing akan berinvestasi. Meski sudah diberikan karpet merah tetap saja Elon Musk tak mau berinvestasi di Indonesia. Padahal Presiden Jokowi sudah pernah menyambangi Elon Musk di Amerika,”ucap Trubus.

Selain mengganggu industri telekomunikasi nasional, pernyataan Luhut mengenai tak membutuhkan BTS karena sudah ada Starlink, dinilai Trubus akan membuat investasi yang telah dilakukan Kominfo melalui BAKTI jadi mubazir.

Untuk menyediakan layanan telekomunikasi di daerah 3T, pemerintah melalui Kominfo telah menggelontorkan dana triliunan untuk membangun Palapa Ring baik itu Palapa Ring Timur, Palapa Ring Tengah maupun Palapa Ring Barat. BAKTI Kominfo juga telah mengeluarkan investasi yang cukup fantastis guna membuat satelit SATRIA.

“Jika Luhut benar-benar mengalihkan komunikasi di daerah 3T menggunakan Starlink, justru negara akan rugi. Investasi yang dilakukan dengan menggunakan dana USO dan APBN akan sia-sia. Justru itu akan membuka potensi kerugian negara yang jauh lebih besar,”terang Trubus.

Pernyataan Luhut yang menyatakan kehadiran Starlink akan membuka kesempatan pelaku usaha telekomunikasi untuk dapat berkompetisi, dinilai Trubus tidak tepat. Jika Luhut ingin perusahaan telekomunikasi dapat berkompetisi dengan giant tech global, pemerintah harusnya menyehatkan industrinya terlebih dahulu. Apa lagi mayoritas perusahaan telekomunikasi di Indonesia mayoritas UMKM.

Harusnya Luhut dapat melakukan penyehatan industri seperti memberikan kemudahan operator telekomunikasi untuk berinvestasi di daerah. Sebab saat ini banyaknya retribusi dan biaya sewa yang dibebankan perusahaan telekomunikasi oleh pemerintah daerah ketika menggelar jaringan fiber optic. Selain itu harusnya Luhut dapat memangkas regulatory cost di sektor telekomunikasi sebelum Starlink beroperasi di Indonesia.

Saat ini beban regulasi yang cukup besar di perusahaan telekomunikasi seperti BHP telekomunikasi, BHP frekuensi dan dana USO. Tak hanya beban regulasi, perusahaan telekomunikasi juga diharuskan untuk mendukung program pemerintah. Contohnya saat pandemi COVID 19 yang harus memberikan subsidi pulsa agar pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan.

Perusahaan telekomunikasi juga kerap dikenakan pungutan tak resmi baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Dengan beban tersebut, Trubus yakin tak ada satupun perusahaan telekomunikasi yang mampu berkompetisi dengan Starlink. Terlebih lagi perusahaan besutan Elon Musk tersebut memiliki kapital yang sangat besar.

“Apakah pak Luhut sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi sudah memberikan bantuan kepada perusahaan telekomunikasi untuk meringankan beban penggelaran fiber optic di daerah? Apakah Starlink nantinya mau membantu program pemerintah dalam menyediakan layanan telekomunikasi di daerah terpencil? Menurut saya sulit mengharapkan Starlink untuk menjalankan kewajiban yang selama ini diemban perusahaan telekomunikasi nasional,”ucap Trubus.