Kembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, RI Bakal Dapat Hibah Rp 34 Miliar dari AS

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi menyampaikan, Indonesia tengah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada tahun 2025-2035. Hal itu sebagaimana tertuang dalam PP No. 14/2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN).

Salah satu teknologi nuklir yang dapat dimanfaatkan melalui kerja sama RI-Amerika Serikat (AS) itu, adalah Small Modular Reactor (SMR). Pemanfaatannya sendiri turut menggandeng The United State Departement of State (US DoS), melalui program Foundational Infrastructure for the Responsible Use of SMR Technology (FIRST). 

"Program FIRST bertujuan memperdalam pemahaman Indonesia mengenai masalah keamanan, proliferasi, dan keselamatan teknologi nuklir sebagai energi ramah lingkungan," kata Edi saat ditemui di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Mei 2024.

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Photo :
  • Pixabay.

Dia menambahkan, kajian Pembangunan SMR akan berisikan 18 bab, yang membahas di antaranya evaluasi lokasi, soil test, sumber bahan bakar, grid impact, biaya-biaya, komunikasi stakeholder, serta kajian dan mitigasi risiko.

Edi mengatakan, nantinya juga akan ada pembiayaan Grant Agreement (Perjanjian Hibah) dari US Trade and Development Agency (USTDA) sebesar US$2,3 juta atau sekitar Rp 34 miliar, yang akan dilaksanakan di Pantai Gosong, Provinsi Kalimantan Barat. 

"Teknologi yang digunakan adalah Small Modular Reactor (SMR) dari NuScale berupa VOYGR Power-6 Power Plant," ujar Edi.

Pada bulan April 2024, AS telah mengajukan SMR sebagai salah satu area Cooperative Work Program (CWP) dalam perjanjian IPEF Pilar III: Ekonomi Bersih. "Adanya pembahasan SMR dalam kerja sama IPEF diharapkan dapat membantu percepatan pengembangan SMR di Indonesia," ujarnya.

Sebagai informasi, USTDA atau Badan Perdagangan dan Pembangunan Amerika Serikat, merupakan badan persiapan proyek luar negeri pemerintah AS dengan misi ganda yang mencakup pengembangan infrastruktur berkelanjutan berkualitas tinggi di negara mitra seperti Indonesia dan Malaysia.

USTDA diberi mandat untuk bekerja sama dengan industri, untuk memberikan teknologi dan solusi terbaik bagi proyek-proyek yang didukungnya. Sejak didirikan pada 1992, USTDA telah mendukung lebih dari 100 kegiatan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan lebih dari 30 di Malaysia.