Kian Meresahkan! Pemerintah Didesak Aktifkan Satgas Illegal Drilling
- Pixabay/dimitrisvetsikas1969
Jakarta – Aktivitas pengeboran ilegal (illegal drilling) dan penyadapan ilegal (illegal tapping) telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan merugikan negara. Untuk mengatasi masalah ini, banyak pihak mendesak pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum serta mengaktifkan kembali dan meningkatkan kinerja satuan tugas (satgas) khusus yang bertugas menangani illegal drilling dan illegal tapping.
Kegiatan illegal drilling dan illegal tapping tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga melanggar hukum dan menghambat pencapaian target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (BOPD). Menurut Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center For Energy Security Studies (CESS), pengoperasian sumur minyak ilegal di Indonesia memiliki efek negatif yang besar bagi negara, terutama dalam mencapai target produksi minyak tersebut.
“Illegal drilling maupun illegal tapping turut berpengaruh terhadap target lifting 1 juta BOPD. Karena jika tidak segera diselesaikan, akan semakin menggila dan berefek domino ke wilayah lainnya,” ujarnya kepada media belum lama ini.
Ali menyarankan agar pemerintah lebih serius menangani aktivitas ilegal ini. Salah satu langkah konkret yang bisa dilakukan oleh negara dan pihak terkait adalah mengaktifkan kembali dan meningkatkan kinerja satuan tugas (satgas) yang menangani pengeboran ilegal (illegal drilling) dan penyadapan ilegal (illegal tapping).
“Selain satgas bentukan pemerintah yang dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas, perusahaan pengelola juga harus meningkatkan standar keamanan dan pengamanan wilayah kerjanya,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menuturkan bahwa dampak utama dari aktivitas lifting pada sumur ilegal yakni berkurangnya pendapatan negara hingga gambaran buruk terhadap industri migas nasional.
Illegal drilling menyebabkan kerugian negara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika ada kecelakaan, maka SKK Migas dan KKKS akan diminta oleh instansi terkait untuk membantu melakukan penanganan, yang itu tentu saja akan membutuhkan biaya dan sumber daya terkait. Biaya penanganan itu menggunakan biaya KKKS, akibatnya biaya operasional KKKS akan bertambah yang pada gilirannya akan mengurangi penerimaan negara, karena biaya yang telah dikeluarkan oleh KKKS untuk melakukan penanganan kecelakaan karena illegal drilling akan ditagihkan ke negara melalui skema cost recovery.
Menurut Bisman, risiko kebocoran lifting pada aktivitas illegal drilling dan illegal tapping sangat tinggi seperti yang banyak terjadi di wilayah Sumatrea Selatan (Sumsel). "Illegal drilling dan illegal tapping merupakan tindak pidana, berisiko tinggi dan juga merusak lingkungan hidup. Hal ini karena lemahnya penegakan hukum. Selain itu masalah sosial di sekitar lokasi, masyarakat merasa tidak dapat menikmati potensi sumber daya alam yang ada di daerahnya,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak tiga sumur minyak ilegal di Keluang, Musi Banyuasin, Sumsel meledak dan terbakar hebat selama dua hari. Insiden itu terjadi di sebuah kebun Karet di Desa Tanjung Dalam, Minggu 12 Mei 2024.
Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumsel memang dikenal sebagai kawasan yang banyak terjadi illegal drilling. Banyaknya sumur-sumur minyak ilegal di wilayah tersebut kerap kali meresahkan warga sekitar sekaligus mengganggu kegiatan operasional hulu migas di dalam negeri.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2021 saja tercatat sekitar 8.000 sumur ilegal di Indonesia dan menghasilkan minyak kurang lebih sebanyak 2.500 – 10.000 BOPD. Angka ini diperkirakan terus meningkat tiap tahunnya dan ikut mengancam sektor hulu migas nasional.