Pabrik Bata Tutup, BPS Catat RI Banyak Impor Alas Kaki dari China
- Dokumentasi Sepatu Bata.
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada April 2024 RI sudah melakukan impor alas kaki senilai US$51,9 juta. Di mana impor ini paling banyak berasal dari China.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan impor yang dilakukan RI dari China pada April 2024 mencapai US$25 juta atau 48,08 persen.
“Impor alas kaki pada April 2024 ini sebesar US$52 juta ini turun 1,53 persen secara mtm, dan ini utamanya berasal dari negara Tiongkok yaitu sebesar US$25 juta atau 48,08 persen,” kata Pudji dalam konferensi pers Rabu, 15 Mei 2024.
Berdasarkan data BPS, impor alas kaki pada April 2024 ini tercatat sebesar US$51,9 juta atau turun 1,53 persen dibandingkan Maret 2024 yang sebesar 2024 US$52,8 juta. Sedangkan dibandingkan April tahun sebelumnya yang sebesar 2023 US$53,8 juta, nilai impor alas kaki April 2024 tercatat turun 3,37 persen.
Sebagaimana diketahui, PT Sepatu Bata Tbk atau BATA resmi menutup pabriknya yang ada di Purwakarta per 30 April 2024. Keputusan ini diambil karena perusahaan sepatu BATA telah merugi selama empat tahun terakhir.
Corporate Secretary BATA, Hatta Tutuko mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya ditengah kerugian akibat pandemi hingga perubahan perilaku konsumen.
"PT Sepatu Bata Tbk telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat," kata Hatta dalam keterbukaan informasi dikutip Minggu, 5 Mei 2024.
Hatta menjelaskan, perseroan sudah tidak dapat lagi melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta. Hal itu juga disebabkan, karena permintaan pelanggan terhadap produk BATA telah menurun.
"Karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun dan kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia," ujarnya.
Sehingga dengan adanya keputusan ini, Hatta menegaskan bahwa perseroan tidak lagi dapat mempertahankan operasional pabriknya di Purwakarta.
"Dengan adanya keputusan ini, maka Perseroan tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta," imbuhnya.