Serikat Pekerja Sebut Banyak Dosen Digaji di Bawah UMR
- VIVA/Andrew Tito
Jakarta – Serikat Pekerja Kampus (SPK) mengungkapkan, berdasarkan hasil risetnya masih banyak dosen dan tenaga pendidikan (tendik) yang dibayar dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Hal ini disampaikan dalam aksi May Day 2024.
Ketua SPK, Dhia Al Uyun mengatakan di tengah semakin mahalnya biaya hidup serta menguatnya liberalisasi dunia pendidikan, aspirasi dosen dan tenaga pendidik pada hari buruh 2024 menjadi menarik untuk diperhatikan.
"Berdasarkan hasil riset SPK, bahwa masih begitu banyak dosen dan tendik di Indonesia yang dibayar dibawah UMR. Hal yang kemudian membuat kinerja dosen tidak fokus dan optimal dalam mendidik dan melakukan penelitian. Maka, SPK hadir menjadi perwakilan teman-teman dosen untuk bersuara dan bersikap. Ayo berserikat teman-teman Dosen dan Tendik se-Indonesia!," katanya dalam keterangan Rabu, 1 Mei 2024.
Menurutnya, sebagai suatu permasalahan sistemik, persoalan upah murah bagi pekerja kampus wajib diperhatikan oleh para pengambil kebijakan. Mengingat, kata dia, sentralnya posisi dunia pendidikan dalam pembangunan bangsa.
"Kita harus ingat, bahwa pekerja kampus punya peran penting dalam memastikan Indonesia dapat mencapai pembangunan yang optimal, apalagi pemerintah kita punya target untuk mencapai Indonesia emas pada 2045, tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Jangan sampai, kita malah sampai pada Indonesia Cemas 2045, karena tidak sejahteranya pekerja kampus," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan sekitar 50 ribu orang akan bergerak ke kawasan Gelora Bung Karno (GBK) dan melanjutkan aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2024 atau May Day, pada 1 Mei 2024.
Said Iqbal menyebut ada beberapa hal yang menjadi tuntutan dalam aksi kali ini, yakni menolak upah murah buruh, dan menolak Undang-Undang Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.
"Untuk tuntutan yang dibawa dalam May Day kali ini adalah 2 yang utama, pertama cabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Yang kedua, kami menyebutnya Hostum-Hos, hapus outsourcing, TUM, tolak upah murah," kata Said Iqbal.
Said Iqbal menegaskan massa menuntut upah layak di Jakarta. Menurutnya, upah buruh di Indonesia saat ini masih di bawah upah buruh yang ada di Vietnam, Malaysia dan Singapura.
"Saya ini salah satu Pengurus Pusat Badan Perburuhan Dunia namanya ILO berkantor di Jenewa. Upah buruh Indonesia hanya lebih baik dari Laos dan Kamboja yang baru merdeka. Lebih rendah dari Vietnam, sedikit lebih tinggi dari Myanmar. Lebih rendah dari Malaysia, lebih rendah dari Singapura," ujarnya.