Menteri Bahlil Sebut Ada Pihak Ingin Jegal Hilirisasi di Indonesia

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta - Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, membeberkan kalau masih adanya negara-negara yang ingin menjegal upaya hilirisasi, yang tengah gencar digenjot pemerintah Indonesia saat ini.

Hal itu tak lain adalah karena upaya hilirisasi yang getol dilakukan Indonesia itu, dianggap telah mengganggu rantai pasok bahan baku industri yang terkait dengan negara-negara tersebut.

Meski demikian, Bahlil enggan menjabarkan lebih detail mengenai negara mana saja yang dimaksudnya itu. Dia hanya menjelaskan, berbagai upaya akan digunakan untuk menghentikan program hilirisasi tersebut, termasuk dengan menyerang aspek nasionalisme.

"Terkait hilirisasi global khususnya asing, saya tidak sebut negara mana saja yang masih merasa tidak nyaman dengan kebijakan hilirisasi itu. Jangan kita diadu sesama bangsa oleh tangan-tangan asing," kata Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 18 Maret 2024.

"Karena hal ini terasa pada saat suasana masuk pemilihan presiden (Pilpres 2024). Makanya ada calon atau kandidat yang kalau menang ingin meninjau kembali hilirisasi yang kita lakukan," ujarnya.

Bahlil mengaku sempat khawatir pada upaya-upaya pihak tertentu, yang menurutnya bisa mengancam kelangsungan program hilirisasi tersebut. "Jangan sampai pasca pemerintah Pak Jokowi, cara pandang ini akan terus dipakai dengan intrik tertentu," kata Bahlil.

Dia memastikan bahwa pihaknya telah merencanakan upaya-upaya terkait program hilirisasi itu secara baik dan terukur. Misalnya yakni dengan membangun hilirisasi di sektor tembaga, yang nantinya akan menjadi bagian dari komponen mobil listrik. Hal itu pun menurutnya akan dilanjutkan ke program hilirisasi emas, serta komponen-komponen pembungkus baterai lainnya.

"Jadi tidak berhenti di tembaga dan emas saja. Maka langsung kita bikin hilirisasinya di Gresik untuk pembungkus baterai, karena selama ini kita impor," ujar Bahlil.

Hal itu diakui Bahlil guna menggenapi langkah pelarangan ekspor nikel, yang harus diolah hingga minimal 80 persen. Dimana proses manufakturnya semua harus dilakukan Indonesia. Dia menegaskan, pengembangan hilirisasi di sektor pertambangan ini menjadi syarat peningkatan pendapatan per kapita Indonesia, yang saat ini baru mencapai sekitar US$ 5.300.

"Ditargetkan tahun ini pendapatan per kapita kita bisa mencapai sebesar US$ 5.500 – US$ 6.000. Hal ini sejalan dengan target menuju Indonesia emas tahun 2045," ujarnya.