Pabrik Amonium Nitrat BUMN Diresmikan Jokowi, Erick Thohir Pede Tekan Laju Impor
- Arianti Widya
Jakarta – Perusahaan pelat merah anggota Holding Industri Pertahanan (Defend ID), yakni PT Dahana, menggandeng PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), untuk membangun pabrik amonium nitrat BUMN pertama di Indonesia yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur.
Menteri BUMN, Erick Thohir menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti pada sinergi antara Pupuk Kalitim dan PT Dahana saja.
“Ke depan memang Perusahaan ini harus menjadi Perusahaan terintegrasi petrokimia. Agar nantinya downstream petrokimia ini bisa dirasakan secara menyeluruh oleh bangsa dan negara,” tekan Erick.
Dia pun menginformasikan kepada Presiden Joko Widodo, bahwa pabrik Amonium Nitrat ini akan meningkatkan produksi dalam negeri. "Sekaligus mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor material sejenis," ujarnya.
Dimana, kata Erick, saat ini, Indonesia masih harus mengimpor Amonium Nitrat sebanyak 21 persen dari kebutuhan nasional, atau sekitar 120.000 ton.
"Dan 79 persen atau sekitar 460.000 ton sudah produksi dalam negeri, dari total (kebutuhan dalam negeri) sebesar 580.000 ton. Dengan kapasitas produksi pabrik sebesar 75.000 ton, tentunya akan mengurangi yang 21 persen (kebutuhan impor) itu," kata Erick.
Menurutnya, produk yang dihasilkan dari pabrik ini akan digunakan untuk memperkuat industri Pertahanan dan industri pupuk. Karenanya, lanjut Erick, Dia pun memberikan masukan kepada Presiden, agar memanfaatkan kesempatan kunjungan kerja ke Australia ke depan demi mendorong akuisisi fasilitas penghasil bahan baku amonium nitrat.
Hal itu dibutuhkan, untuk menopang kebutuhan produksi pupuk bersubsidi yang ditetapkan naik dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton.
"Ke depan, kami akan memperbaiki supply chain kami, semoga nanti dalam perjalanan Pak Presiden ke Australia, dapat mendorong akuisisi kita di beberapa negara untuk Phospat, yang ada di Australia dan Kanada, kami perlu percepat," kata Erick.
"Karena dengan kita meningkatkan volume pupuk bersubsidi naik dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, pasti dibutuhkan bahan baku yang lebih pasti ke depan," ujarnya.