Usai Cabut 2 Izin Usaha Asuransi, OJK Kini Pantau Ketat 7 Perusahaan

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono.
Sumber :
  • Raden Jihad Akbar/VIVA.

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, pada periode November-Desember 2023 pihaknya telah mencabut dua izin usaha perusahaan asuransi. Bahkan, saat ini terdapat tujuh perusahaan yang sedang dipantau ketat oleh OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan kedua asuransi yang dicabut izin usahanya, yakni PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia atau sebelumnya PT Asuransi Indosurya Sukses, dan PT Asuransi Purna Artanugraha.

"OJK terus melakukan pengawasan khusus terhadap tujuh perusahaan asuransi, dengan harapan perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya untuk kepentingan pemegang polis," ujar Ogi dalam konferensi pers Selasa, 9 Januari 2024.

Ilustrasi asuransi.

Photo :
  • Istimewa

Ogi menegaskan, pihaknya akan terus melakukan pengawasan khusus terhadap perusahaan dana pensiun yang mengalami permasalahan.

Dia mengungkapkan, selama periode November 2023 lalu juga OJK telah melakukan perbaikan kepada perusahaan pensiunan.

"Selama periode November 2023, terdapat dua dana pensiun mengalami perbaikan kondisi, dan tiga dana pensiun mengajukan rencana perubahan program dari manfaat pasti menjadi program iuran pasti," terangnya.

Lanjut Ogi, akumulasi pendapatan premi di sektor asuransi selama periode Januari hingga November 2023 mencapai Rp 290,21 triliun. Jumlah itu naik 3,56 persen secara year on year (yoy) dari November 2022 yang sebesar Rp 280,24 triliun.

"Pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa membaik namun masih terkontraksi sebesar 7,18 persen yoy dengan nilai sebesar Rp 160,88 triliun per November 2023, didorong oleh pendapatan premi pada lini usaha PAYDI," terangnya.

Di sisi lain terangnya, akumulasi premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh positif 20,97 persen yoy dari November 2022 yang sebesar 14,06 persen, menjadi Rp 129,33 triliun.