Lindungi Pekerja Industri Hasil Tembakau, Kemnaker Soroti 4 Pasal di RPP Kesehatan
- Bea Cukai
Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan mendesak Kementerian Kesehatan menyoroti sejumlah pasal-pasal soal tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. RPP Kesehatan sendiri diketahui merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan, desakan pihaknya kepada Kemenkes itu harus dilakukan, demi melindungi jutaan tenaga kerja di industri tembakau.
Dia berpendapat, aturan tersebut nantinya justru akan mematikan keberlangsungan mata pencaharian dari jutaan orang pekerja, yang menggantungkan hidupnya di industri tembakau tersebut.
Dia menekankan, permintaan kepada pihak Kemenkes itu dilakukan, sebagai implementasi aksi Kemnaker terhadap empat pasal yang secara spesifik mengatur produk turunan tembakau. Serta, dianggap membatasi kesempatan kerja di industri tembakau dan industri lain yang terdampak, seperti misal industri periklanan yakni pada pasal 425, 427, 428, dan 440 dalam RPP Kesehatan.
"Keempat pasal ini kami kritisi agar tidak terjadi perubahan signifikan terhadap kesempatan kerja di IHT dan periklanannya," kata Indah dalam keterangannya, Selasa, 5 Desember 2023.
Dia menambahkan, ada beberapa pasal yang berdampak signifikan bagi keberlangsungan para pekerja industri tembakau. Misalnya pada pasal 428, yang melarang penjualan rokok eceran dan memajang rokok di tempat penjualan. "Berdasarkan data BPS, ada 25 juta pekerja yang akan terdampak dari larangan tersebut," ujar Indah.
Kemudian pada pasal 440 terkait larangan iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau. Pasal ini juga dinilai akan berdampak negatif terhadap para pekerja lintas sektor dan industri, termasuk industri periklanan.
"Yang jelas kami dari Kemnaker khawatir akan ada pengurangan tenaga kerja, tidak hanya di IHT, tapi juga di periklanan, khususnya di produksi iklan," ujarnya.
Senada, Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Janoe Arijanto mengatakan, pihaknya dan asosiasi periklanan serta media kreatif lainnya, tidak pernah dilibatkan dalam diskusi perumusan pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan. Sementara, potensi dampak dari aturan tersebut terus menghantui keberlangsungan industri.
"Kawan yang bergerak di industri kreatif jumlahnya kurang lebih 800 ribu tenaga kerja. Sementara, iklan produk tembakau sendiri kontribusinya bisa mencapai Rp 9 triliun. Bayangkan bila aturan ini diberlakukan, kawan di billboard juga tidak bisa menayangkan iklan produk tembakau dan pendapatannya akan berkurang cukup signifikan," ujar Janoe.