Diangkut dari Pelabuhan Amamapare, Totem Kamoro dari Papua Mejeng di Danau Toba

Totem Kamoro Papua mejeng di Danau Toba
Sumber :
  • Dok. Freeport Indonesia.

Jakarta – Dua Totem Kamoro dari Tanah Papua kini menambah keindahan Danau Toba, tepatnya di Pelataran Totem Dunia, Kawasan Waterfront City Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.

PT Freeport Indonseia (PTFI) memboyong kedua Totem Kamoro itu menggunakan kapal besar yang berlabuh selama tujuh hari. Berangkat dari pelabuhan Amamapare, Timika menuju pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta kemudian lanjut pengiriman lewat darat selama empat hari hingga tiba di Danau Toba.

Direktur dan EVP Sustainable Development PTFI, Claus Wamafma mengatakan, Totem Kamoro merupakan karya seni seniman kampung Mioko dari pesisir selatan Kabupaten Mimika Papua Tengah.

"Dipersembahkan masyarakat Kamoro (suku di Papua) kepada masyarakat Batak kawasan Danau Toba sebagai tanda persahabatan,” kata Claus dikutip dalam keterangan resmi, Jumat, 24 November 2023.

Dalam peresmian yang dilakukan Bupati Samosir Vandiko T. Gultom ini, Totem Kamoro terlihat tinggi menjulang berdampingan dengan Totem Batak dari Sumatera Utara.  Claus mengatakan, Penyerahan Totem telah dilaksanakan PTFI dan Yayasan Maramowe pada September 2023 kepada pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Pelataran Totem Dunia, Danau Toba.

Diharapkannya, Totem Kamoro yang kini telah menghiasi Danau Toba dapat membuka akses pengunjung untuk menyaksikan keindahan seni dan budaya Papua. 

Totem Kamoro Papua berdiri di kawasan Danau Toba.

Photo :
  • Dok. Freeport Indonesia.

Sementara itu, Bupati Samosir Vandiko T. Gultom menyampaikan terima kasih atas dukungan Freeport Indonesia yang juga berkolaborasi dan bersinergi bersama Pemerintah Kabupaten Samosir dalam upaya pelestarian budaya dengan menghadirkan Totem Kamoro. Totem Kamoro di Danau toba ini menjadi lambang persahabatan antara suku Batak dan suku Kamoro Papua.

“Tentu kita berharap ini akan memberikan satu keunikan sendiri, walaupun kita memiliki beragam budaya namun kita dapat berdiri bersama. Ini adalah pesan yang di bawah pelataran ini dan tentu dengan adanya totem-totem ini semakin menguatkan Indonesia sebagai negara yang berbudaya dan Kabupaten Samosir semakin menyatakan bahwa kami sebagai daerah titik awal peradaban bangsa Batak”, kata Vandiko.

Totem Kamoro diukir oleh para Pengukir Kamoro dari kampung Mioko di bawah naungan Yayasan Maramowe. Suku Kamoro berada di pesisir Selatan Papua. Suku ini juga terkenal memiliki keahlian mengukir yang sudah ada sejak zaman dahulu. 

Bahkan seorang budayawan kelahiran Hungaria berkebangsaan Amerika Serikat, bernama Dr. Kal Muller pernah menggelar pameran khusus bertajuk Kamoro Kakuru (Festival Kamoro) di Kabupaten Mimika. 

Totem Tertinggi dan Terbesar yang Pernah Dibuat untuk Luar Daerah Mimika

Pendiri Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Luluk Intarti menjelaskan, kedua totem ini menjadi totem Kamoro tertinggi dan terbesar yang pernah dibuat untuk luar daerah Mimika.

Sebagai informasi, Totem pertama, Mbitoro yaitu Totem sakral dalam adat Karapao dan Wemawe yang merupakan figur leluhur suku Kamoro. Totem Mbitoro memiliki tinggi 8,4 m, diameter 1,1 m dengan berat sekitar 6 ton, merupakan kelengkapan sakral pada inisiasi Karapao bagi anak-anak lelaki Kamoro
untuk memasuki fase remaja dan mempersiapkan diri mengemban pewarisan hak adat.

Mbitoro terdiri dari dua bagian, totem Wemawe di bagian bawah serta sayap di bagian atas. Totem ini dibuat dari satu pohon kayu besi (Intsia bijuga). Batang pohon diukir menjadi Wemawe dan akarnya sebagai sayap.

Masyarakat Kamoro percaya bahwa Mbitoro ditemukan dari dasar sungai, sesuai mitos bahwa Opokoro Muanoro (manusia yang hidup di atas tanah) dan Mimare Muanoro (sosok roh dalam sungai) adalah pemilik awal Mbitoro.

Totem kedua, Wemawe memiliki panjang 8,2 m, diameter 98 cm dan berat 3,5 ton. Totem ini melambangkan penghormatan dan ungkapan terima kasih kepada orang tua berkuasa yang belum lama meninggal dunia. Bantuan dan perlindungannya kini diharapkan oleh keturunan mereka. Adapun bahan baku kerajinan kedua totem ini adalah pohon kayu besi yang ada di sekitar pemukiman Suku Kamoro. Dalam proses mengukirnya pun Suku Kamoro memegang teguh budaya daerah setempat. 

Terdapat simbol-simbol dalam totem seperti kulit buaya, gigi ikan, mopere dan lainnya yang dianggap sebagai representasi keseharian hidup nenek moyang Suku Kamoro.

“Budaya ukir Kamoro ini dapat terus bertahan ketika generasi muda mengetahui bahwa apa yang telah dilakukan pendahulunya menjadi satu kebanggaan tersendiri yang menjadi ikon nasional nantinya,” kata Luluk.

Didukung PT Freeport Indonesia, Yayasan Maramowe memasarkan dan memamerkan hasil kerajinan Suku Kamoro hingga ke kota-kota besar lainnya. Selain untuk promosi budaya, produk-produk seni tersebut juga memberi pemasukan tambahan bagi masyarakat karena hasil dari penjualan sepenuhnya dikembalikan kepada para pengrajin.