Iuran Jaminan Kematian BPJS Turun, Simak Rinciannya
Jakarta – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2023 menetapkan bahwa Persentase iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) oleh BPJS Ketenagakerjaan, berubah sejak 6 Oktober 2023.
Pasal 18A dari beleid itu menyatakan bahwa iuran JKM direkomposisi sebesar 0,10 persen, menjadi 0,20 persen dari upah sebulan. Sehingga, terdapat penurunan iuran JKM sebesar 0,10 persen, karena direkomposisi untuk iuran JKP.
Padahal sebelumnya iuran JKM diatur dalam PP Nomor 44 Tahun 2015, di mana disebutkan bahwa iuran JKM bagi peserta penerima upah ditetapkan sebesar 0,30 persen dari upah sebulan.
Iuran JKm ini berlaku untuk peserta penerima upah yang wajib, dan telah terdaftar sebagai peserta dalam program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
"Besaran iuran JKm tidak direkomposisi dan tetap berlaku bagi peserta penerima upah yang tidak terdaftar sebagai peserta dalam program JKP atau yang masih tertunggak iurannya oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara sampai diundangkannya PP ini dan belum dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan," sebagaimana dikutip dari beleid tersebut, Rabu, 11 Oktober 2023.
Sebelumnya iuran JKM diatur dalam PP Nomor 44 Tahun 2015, di mana disebutkan bahwa iuran JKM bagi peserta penerima upah ditetapkan sebesar 0,30 persen dari upah sebulan. Artinya, terjadi penurunan iuran JKM sebesar 0,10 persen karena direkomposisi untuk iuran JKP.
Berikut adalah persentase penurunan iuran JKK:
- Tingkat risiko sangat rendah: 0,10 persen dari upah sebulan, sebelumnya 0,24 persen
- Tingkat risiko rendah: 0,40 persen dari upah sebulan, sebelumnya 0,54 persen
- Tingkat risiko sedang: 0,75 persen dari upah sebulan, sebelumnya 0,89 persen
- Tingkat risiko tinggi: 1,13 persen dari upah sebulan, sebelumnya 1,27 persen
- Tingkat risiko sangat tinggi: 1,60 persen dari upah sebulan, sebelumnya 1,74 persen
Diketahui, aturan baru tersebut juga menambah kriteria peserta program JKK dan JKM menjadi tiga. Pertama, peserta penerima upah yang bekerja pada penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, peserta penerima upah yang yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara. Ketiga, peserta bukan penerima upah.