Industri Tembakau Dinilai Perlu Dilibatkan Dalam Penyusunan Aturan Turunan UU Kesehatan
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Jakarta – Industri tembakau dinilai perlu dilibatkan dalam penyusunan aturan turunan UU Kesehatan. Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiyansah, keterlibatan industri tembakau memiliki peran yang penting dalam penyusunan aturan turunan terkait produk tembakau pada UU Kesehatan ini. Sebab, Mereka adalah pihak yang akan terdampak secara langsung dari aturan tersebut.
"Jika ingin mengurangi resistensi publik, tentu yang pertama harus dilakukan adalah melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk industri tembakau, terhadap perumusan aturan turunan ini," ujarnya dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa, 19 September 2023.
Soal partisipasi publik, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 telah mengamanatkan bahwa partisipasi masyarakat diperlukan dalam pembuatan undang-undang. Termasuk dalam proses perencanaan, persiapan, pembahasan, pengesahan atau keputusan, dan diundangkan. Seperti diketahui bersama, Kemenkes sendiri berencana menjadikan 108 Peraturan Pemerintah (PP) yang terpisah menjadi hanya satu PP, termasuk soal aturan tembakau.
Trubus pun mengimbau terkait penyatuan ke dalam satu PP agar Kemenkes bisa membaginya ke beberapa klaster dan menempatkannya dengan tepat.
"Sederhananya, dengan pembagian klaster tersebut, aturan ini akan lebih mudah dipahami karena publik dapat melihat dari sisi kemanfaatan dan kepentingannya tidak dirugikan. Dari 108 PP kalau dijadiin satu ya harusnya diklaster-klasterin. Mudahnya kalau memperoleh manfaat, masyarakat akan dukung, tapi kalau merugikan tentu akan protes,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana meminta sebaiknya Pemerintah dapat bersikap lebih bijak dengan tidak menyerahkan semua aturan IHT ini kepada Kemenkes.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang terserap dalam industri rokok sebanyak 5,98 juta orang yang terdiri dari 4,28 juta orang bekerja di sektor manufaktur dan industri dan 1,7 juta orang sisanya bekerja di sektor perkebunan.
Oleh karena itu, ia menilai pendelegasian kebijakan IHT ini dapat membahayakan keberlangsungan industri ini dan semua ekosistem di dalamnya, termasuk menjadikan Kemenkes mengabaikan kewenangan dan tupoksi kementerian lain. Hal-hal yang menjadi kewenangan Kementerian/Lembaga lain contohnya seperti aspek ketenagakerjaan hingga soal cukai hasil tembakau.
“Kemenkes tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengelola dampak pengaturan yang dikeluarkannya ini, setidaknya dampak kepada sistem perdagangan dan perindustrian, apalagi saat menyentuh persoalan ketenagakerjaan dan cukai pajak yang berlaku di Indonesia,” jelasnya.
Sampai dengan saat ini IHT merupakan sektor penyumbang penerimaan negara terbesar lewat cukai. Kontribusi ini diperkuat melalui keberhasilan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, jika industri ini semakin ditekan melalui regulasi yang eksesif, maka dinilai akan ada beberapa daerah yang merugi, penerimaan negara dapat berkurang, bahkan ada risiko meningkatnya jumlah pengangguran.