Sambut Bursa Karbon, RI Tegaskan Komitmen Ini
- Pixabay
Jakarta – Bursa Karbon diperkirakan akan diluncurkan pada September 2023 mendatang, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merampungkan Peraturan OJK (POJK) tentang penyelenggaraannya.
Nantinya, bursa karbon itu akan mengatur perdagangan dan mencatat kepemilikan unit karbon berdasarkan mekanisme pasar, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon.
Menyambut hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, menyatakan dukungannya pada sejumlah inisiatif dan pengembangan teknologi Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon (CCUS) atau Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS). Hal itu sebagai bagian dari upaya transisi energi, dan mencapai target pengurangan emisi.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi, menyatakan dukungannya dalam mendorong perkembangan teknologi CCS di Indonesia. Dewan Pengawas International & Indonesia CCS (IICCS) itu menilai, kerja sama sektor publik dan swasta merupakan hal yang sangat penting, dalam upaya mencapai tujuan bersama guna mengatasi perubahan iklim.
"Pemerintah Indonesia mendukung penuh upaya investor dan seluruh pemangku kepentingan lainnya, dalam memajukan CCS," kata Jodi dalam keterangannya, Jumat, 11 Agustus 2023.
Indonesia dengan potensi penyimpanan karbon yang cukup signifikan, merupakan negara yang memiliki kelebihan kompetitif sebagai pilihan utama investasi proyek CCS. Indonesia menyadari urgensi untuk mengatasi tantangan iklim dan mengambil tindakan proaktif, untuk mengurangi jejak karbonnya secara signifikan.
Adopsi solusi CCS menandai langkah penting dalam mencapai tujuan keberlanjutan bangsa, sekaligus mendorong masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi generasi yang akan datang. Kolaborasi sejumlah pihak menjadi kunci dalam mencapai target pengurangan emisi, dan menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang
Di antara perusahaan yang mendorong proyek CCS di Indonesia, BP Indonesia memainkan peran kunci dengan komitmen yang kuat dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Misalnya dengan membawa keahlian, teknologi, dan kemampuan finansial, yang diperlukan untuk mewujudkan inisiatif CCUS/CCS di Indonesia.
BP telah menjadi mitra strategis Indonesia selama lebih dari 55 tahun. Jejak-jejak bisnis BP di sini terdiri dari LNG Tangguh sebagai produsen gas terbesar di negara ini, pelumas Castrol, perdagangan, dan yang teranyar adalah bisnis bahan bakar minyak (BBM) ritel dan pesawat terbang, dengan total investasi sebesar USD 15 miliar hingga saat ini.
Di lapangan gas Tangguh yang dioperasikannya, untuk tahap awal, bp Indonesia berencana untuk menginjeksikan lebih dari 30 juta ton CO2 kembali ke reservoar untuk meningkatkan produksi gas sebesar 400 bcf melalui teknologi Enhanced Gas Recovery (EGR).
Tangguh CCUS akan menjadi proyek CCUS skala besar pertama dengan EGR di dunia. Dengan kapasitas penyimpanan sekitar 1,8 GtCO2, Tangguh berada di posisi yang baik dan memiliki peluang luar biasa untuk menjadi CCS hub pertama di Indonesia yang dapat dimanfaatkan penghasil emisi di dalam dan luar negeri.
"Pemerintah Indonesia berharap semangat kolaborasi yang telah ditunjukkan oleh BP akan mendorong kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah dan pelaku industri hulu migas," ujarnya.