Utang Rafaksi Minyak Goreng Belum Juga Dibayar, Pengusaha Ritel Pertanyakan Keseriusan Kemendag

Stok minyak goreng kemasan di retail modern. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Sherly

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), mempertanyakan keseriusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menuntaskan pembayaran hutang rafaksi minyak goreng (migor). Sebab, Aprindo belum menerima keterangan resmi apapun dari Kemendag terkait Legal Opinion (LO) atau pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, mengenai pembayaran tersebut. 

Ketua Umum Aprindo, Roy N Mandey mengatakan, terkait pembayaran rafaksi minyak goreng saat ini masih berjalan di tempat, dan hampir dapat di prediksi dibuat dan dibiarkan berlarut larut tanpa adanya kepastian dan kejelasan pembayarannya.

"Sangat disayangkan kami hanya mendengar bahwa LO Kejagung yang memutuskan untuk Kemendag membayarkan Rafaksi Migor, kami dapatkan dari awak pers seperti yang telah di release pada berbagai tulisan media," kata Roy dalam keterangan yang diterima Senin, 12 Juni 2023. 

Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey.

Photo :
  • VIVA.co.id/Novina Putri Bestari

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim sebelumnya mengatakan bahwa LO telah diterima Kemendag dan Kemendag wajib membayarkan hutang rafaksi migor kepada pelaku usaha produsen migor dan peritel modern anggota Aprindo. Di mana secara jelas, LO itu memerintahkan agar rafaksi migor harus dibayarkan kepada pelaku usaha. 

Namun jelas Roy, pada saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan Kemendag, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan LO Kejagung tentang pembayaran rafaksi tidak cukup substantif. Sehingga perlu dilakukan klarifikasi dan pengecekan ulang, kepada BPK dan BPKP. 

"Aprindo sangat menyayangkan pernyataan Mendag ini padahal sebelumnya dia sudah mengatakan bahwa jika LO sudah keluar dengan perintah bayar maka akan segera dibayarkan. Jika memang ada ketidakcocokan data harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo untuk apa data diverifikasi oleh BPK/BPKP," jelasnya. 

Menurut Roy, jargon kalo bisa dipersulit untuk apa dipermudah sepertinya terjadi dalam kasus rafaksi ini. Dia mengatakan bahwa pengusaha memprediksi praktek mengulur waktu yang tidak dengan komitmen dan pertanggung jawaban jelas menjadi signal serius atau tidaknya Pemerintah melalui Kemendag hendak menyelesaikan hutang rafaksi migor kepada peritel modern Aprindo. 

"Kami menduga bahwa Mendag saat ini enggan 'mencuci piring' atas peraturan Pemerintah yang bukan dibuat dan ditandatangani nya pada saat kini. Mungkin Mendag agak lupa bahwa amanah yang di emban nya dari Presiden bukan lah secara perorangan tetapi amanah yang di embannya adalah mewakili satu institusi negara," jelasnya. 

Roy berharap, kasus rafaksi ini selesai karena jika kasus ini tidak selesai akan menjadi preseden citra buruk pemerintah yang tidak mampu memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha. Sebab nantinya akan berdampak buruk terhadap iklim bisnis, investasi karena ketidakpastian hukum yang dapat saja mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

"Aprindo akan mengambil langkah yang signifikan, tegas & terukur untuk kasus rafaksi yang belum selesai dan berlarut-larut ini," tutupnya.