Pemerintah Dianggap Perlu Beri Perlindungan ke Pekerja Sektor Padat Karya IHT

Ilustrasi pekerja pabrik rokok.
Sumber :
  • Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

VIVA Bisnis – Pemerintah dinilai perlu memberikan perlindungan kepada pekerja sektor padat karya Industri Hasil Tembakau (IHT). Para pekerja tersebut berkontribusi penting bagi negara namun sering kali diabaikan. 

Menurut Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto, selama ini telah banyak sekali kontribusi yang diberikan industri tembakau. Mulai dari penyediaan lapangan kerja padat karya utamanya di sektor sigaret linting tangan, hingga menggerakkan ekonomi di daerah serta menjadi penopang penerimaan negara dari sektor pajak dan cukai.

"Demikian pula di sentra-sentra tembakau, industri sigaret kretek tangan (SKT) adalah sektor padat karya yang menumbuhkan perekonomian daerah dengan menjadi mata rantai yang saling bergantung. Maka dari itu, terganggunya kehidupan SKT pasti akan berdampak pada sektor penunjang lainnya," ujarnya, Rabu, 24 Mei 2023.

Tembakau kering yang dilinting untuk menjadi rokok di pabrik.

Photo :
  • VIVA/ Yeni Lestari.

Peringatan Hari Buruh Internasional beberapa waktu lalu dianggap menjadi momen untuk mengingat kontribusi pekerja tersebut. Perlindungan bagi para pahlawan ekonomi tersebut, terutama pada sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

Sektor industri pertembakauan di Indonesia, lanjutnya, telah dikenal sebagai sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja yang tersebar di berbagai daerah. Mereka umumnya adalah tenaga kerja dengan pendidikan terbatas yang telah menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

Melihat hal ini, Sudarto menegaskan sudah seharusnya pemerintah serius memperhatikan hak dan keadilan bagi pekerja di sektor tembakau, khususnya memastikan kelangsungan sektor SKT. Dia juga berharap agar pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk kesejahteraan pekerja bisa ditingkatkan. Menurutnya, kesejahteraan para pekerja tersebut telah sepatutnya dijadikan pertimbangan utama dalam menetapkan kebijakan dan regulasi IHT.

"Regulasi harus sejalan dengan hak atas kepastian kelangsungan pekerjaan dan penghasilan buruh. Mereka perlu didengar dan dilibatkan mengingat posisi mereka yang sangat rentan menjadi korban perubahan regulasi," ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun melihat perlindungan pemerintah terhadap pekerja di industri tembakau masih sangat minim. Dibandingkan melindungi, katanya, pemerintah justru membuat regulasi yang tidak berpihak pada pekerja.

"Minim sekali pembelaan terhadap mereka (pekerja). Tidak ada anggaran dan advokasi program yang memadai untuk mereka, padahal industri banyak menyerap tenaga kerja dan memberikan sumbangsih yang besar kepada negara," ujarnya.

Misbakhun juga mengatakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) beberapa tahun terakhir tidak berpihak pada aspirasi pekerja SKT. Kenaikan cukai yang diberlakukan tahun 2023-2024 dinilai berdampak besar pada kesejahteraan pekerja. Sebab, kenaikan tarif yang tinggi justru akan membuat perusahaan IHT mengurangi produksinya.

"Solusinya adalah dengan mendorong regulasi yang berpihak pada ekosistem di IHT dengan mencakup hingga elemen yang terkecil seperti buruh rokok SKT. Pemerintah tidak boleh melupakan kontribusi besar industri dari hulu hingga ke hilir," tutupnya.