Simak Cara PGE Jaga Keberlanjutan Sosial dan Lingkungan di Area PLTP Tertua di Indonesia
- VIVA/Fikri Halim
VIVA Bisnis – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE), emiten berkode saham PGEO konsisten menjaga operasional, lingkungan dan keberlanjutan sosial di area Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang. Area ini merupakan wilayah kerja panas bumi tertua di Indonesia yang telah dioperasionalkan oleh Pertamina sejak 1978.
Untuk diketahui, pada tahun 1970, Pertamina menerima hak eksplorasi di Kamojang dari pemerintah Indonesia. Pengeboran sumur pertama pun kemudian dimulai dan menghasilkan panas bumi pada pada 1978.
Wilayah Kamojang ini merupakan satu dari 14 area pembangkit yang dimiliki oleh PGE. PGE disebut telah kontribusi besar untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sosial masyarakat.
"PGE telah sejak lama mengembangkan potensi panas bumi Indonesia dan memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar, termasuk Area Kamojang," kata Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energy, Eko Agung Bramantyo, dalam kunjungan ke Kamojang, dikutip Kamis, 18 Mei 2023.
Eko mengakui bahwa tanggung jawab sosial perusahaan sangat besar dalam menjaga kelestarian lingkungan dan juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
PLTP Kamojang Hasilkan 235 MW dan Suplai Listrik untuk 260 Ribu Rumah
Eko menjelaskan bahwa PGE memiliki total kapasitas terpasang di area Kamojang sebesar 235 megawatt (MW). Dari kapasitas tersebut, area Kamojang ini mampu menyuplai asupan listrik ke 260 ribu rumah.
"Saat ini kami terus melakukan pengembangan untuk mengoptimalkan potensi yang ada," katanya.
PGE, lanjutnya dia, juga tetap memiliki rencana ekspansi meningkatkan kapasitas hingga mencapai 300-330 MW.
Sementara itu, General Manager PGE Area Kamojang, Rahmad Harahap, memaparkan di hamparan wilayah operasional seluas ±116 hektare ini terdapat kawasan konservasi burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi).
Wilayah konservasi ini merupakan bentuk komitmen PGE dalam melestarikan keanekaragaman hayati. Spesies endemik Indonesia ini merupakan burung yang dikategorikan sebagai hewan dilindungi karena populasinya berada diambang kepunahan.
"Sudah sejak 2014, kami berperan nyata dalam mendukung hadirnya Pusat Konservasi Elang Kamojang," ujar Rahmad.
Selain konservasi burung Elang Jawa, Rahmad menjelaskan, PGE juga berkontribusi dalam pengenalan digitalisasi untuk meningkatkan perekonomian serta mewujudkan masyarakat modern dan melek teknologi di wilayah Ring 1 Operasi melalui program Kamojang Green Living Ecosystem (Kang Elie).
Program ini diimplementasikan di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung dan Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Di area ini terdapat 4.746 penduduk yang telah menikmati hasil dari pengembangan digitalisasi dan penerapan energi bersih sebagai wujud implementasi tanggungjawab sosial PGE.
"Tujuan utama kami adalah melakukan pemerataan teknologi diantaranya melalui program Ibun Mall, Sinyal Kita, serta aplikasi Digital Ranger Apps yang bertujuan untuk memberdayakan komunitas, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat," katanya.
Melalui berbagai program ini, lanjut dia, komitmen Environmental, Social and Governance (ESG) PGE dapat dirasakan langsung manfaatnya dalam mendukung kelestarian lingkungan dan ekonomi sirkular.
"Program ini mendapatkan asistensi dari sejumlah pihak untuk memastikan program ini berjalan secara optimal," kata Rahmad.
Sebagai informasi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) (IDX: PGEO) merupakan bagian dari Subholding Power & New Renewable Energy (PNRE) PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi panas bumi.
Saat ini PGE mengelola 12 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), 1 Izin Panas Bumi (IPB) Anak Perusahaan PGE PT Geothermal Energy Seulawah (GES), 1 Izin Panas Bumi (IPB) Penugasan kepada Anak Perusahaan PGE Kotamobagu (PGEK). Kapasitas terpasang saat ini adalah sebesar +1,9GW, di mana 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama.
Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sekitar 80 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.