Pengusaha Tolak Rencana Larangan Total Iklan Rokok

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.
Sumber :

VIVA Bisnis – Para pengusaha di industri periklanan menolak rencana larangan total iklan rokok yang tertuang dalam revisi PP 109/2012. Sebab, aturan itu dinilai mengancam keberlangsungan industri periklanan.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA) Eka Sugiarto, rencana revisi PP 109/2012 yang di dalamnya ada larangan total iklan rokok akan berdampak signifikan bagi industri kreatif.

“Menurut kami isu ini bisa dibicarakan baik-baik. Dengan aturan yang berlaku saat ini, para pengusaha sudah melakukan mekanisme kontrol dan kepatuhan sesuai aturan dan etika yang berlaku,” ujar Eka dikutip dalam keterangannya, Selasa, 28 Maret 2023.

Seorang warga menjemur tembakau rajangan

Photo :
  • ANTARA FOTO/Agvi Firdaus

Menurutnya, terdapat sekitar 750 ribu tenaga kerja yang berkaitan dengan sektor industri ekonmi kreatif dan mengandalkan pendapatan dari iklan rokok. Industri rokok merupakan salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap advertising expenditure (ADEX) atau total belanja iklan. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah mempertimbangkan keberlangsungan industri ini.

“Rencana revisi ini harus dibicarakan dulu dengan seluruh pihak terkait karena ada business continuity yang harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kalau dari riset, revisi ini tidak menghasilkan dampak dan efek domino yang kondusif,” terang Eka. 

Eka melanjutkan, aturan PP 109/2012 yang berlaku saat ini telah tegas mengatur perihal iklan rokok. Sehingga, aspek yang justru harus diperkuat adalah implementasi. Selain itu, pengusaha yang tergabung dalam APPINA juga telah menaati seluruh aturan yang berlaku. Kepatuhan ini turut menujukkan hasil yang positif melalui turunnya angka prevalensi perokok anak di bawah umur 18 tahun sesuai data yang dipublikasikan oleh Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam beberapa tahun ini.

Senada denga Eka, Ketua Umum Persatuan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, menyampaikan larangan total iklan rokok akan menimbulkan efek ganda yang besar bagi industri ekonomi kreatif, salah satunya persoalan tenaga kerja. 

“Kita harus diskusikan lebih lanjut dampak dari revisi ini. Bagaimana nasib para pekerja di industri ini? Masalah regulasi, selama ini sebenarnya iklan rokok adalah iklan yang paling banyak aturannya dan kita selalu tertib. Tayangnya hanya boleh dari jam 21.30 dan banyak sekali aturan lainnya, seperti tidak boleh mencantumkan logo dan lain-lain. Kita sudah hafal akan regulasi-regulasi itu. Yang harus dipahami, ada hajat hidup orang banyak dan kepentingan yang harus kita suarakan bersama,” Kata Janoe.

Janoe melanjutkan, seiring berkembangnya teknologi, proses iklan, khususnya di media digital, telah memungkinkan adanya penargetan secara spesifik terhadap usia, gender, lokasi, dan lainnya. Melalui fitur ini, para pengusaha dapat melakukan iklan yang bertanggung jawab..