Revisi PP Tembakau Dianggap Ancam Pemasukan Industri Periklanan dan Kreatif

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.
Sumber :

VIVA Bisnis – Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) selaku perwakilan para pelaku industri ekonomi kreatif Indonesia, meminta agar rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditinjau ulang.

Ketua Umum P3I, Janoe Arijanto mengatakan, hal itu lantaran terdapat dorongan pelarangan total iklan rokok yang merugikan para pelaku usaha, termasuk pelaku usaha di industri periklanan, penerbitan, penyiaran, dan lain sebagainya.

"Dampak dari rencana pelarangan ini juga akan dirasakan oleh industri ekonomi kreatif, yang selama ini juga turut memperoleh rezeki dari kontribusi iklan rokok nasional," kata Janoe dalam keterangannya, Jumat, 24 Maret 2023.

Ilustrasi rokok (picture-alliance/dpa/APA/H. Fohringer).

Photo :
  • dw

Dia menilai, PP 109/2012 sebagai regulasi yang berlaku saat ini sudah komprehensif, dan masih relevan untuk mengatur berbagai aktivitas iklan dan promosi produk rokok. Oleh karena itu, para pelaku sektor industri periklanan dan kreatif meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana revisi yang diajukan.

"Sektor industri ekonomi kreatif, khususnya industri periklanan, sedang mengalami perkembangan yang pesat. Jika larangan total iklan seperti yang tertuang dalam pokok materi muatan revisi PP 109/2012 dilakukan, maka akan menghantam sektor industri kreatif dan periklanan secara keras," ujarnya.

Senada, Anggota Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Hery Margono memaparkan, selain menaati PP 109/2012 yang berlaku, para pelaku industri ekonomi kreatif pada praktiknya selalu menaati ketentuan tentang iklan rokok yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Di mana, EPI tersebut tentunya sudah mempertimbangkan beragam aspek, seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, maupun aspek politik yang berlaku di Indonesia.

"EPI adalah salah satu panduan yang digunakan para pelaku industri periklanan, industri kreatif, dan perusahaan pengiklan, yang mengategorikan rokok sebagai produk terbatas, yang iklannya memiliki sasaran utama usia 18 tahun ke atas," kata Hery.

"Apalagi iklan produk rokok juga selalu mencantumkan peringatan kesehatan pada materi komunikasinya, sebagai bentuk sosialisasi dan edukasi bahaya merokok. Hal ini diharapkan dapat melengkapi program pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya merokok," ujarnya.

Diketahui, berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada tahun 2021, terdapat enam subsektor yang terkait dengan industi tembakau, yaitu mulai dari subsektor desain, film/video, musik, penerbitan, periklanan, hingga subsektor penyiaran (TV dan radio), yang secara kolektif mempekerjakan lebih dari 725.000 tenaga kerja.

Oleh karena itu, rencana larangan total iklan rokok ini berpotensi menyebabkan kerugian besar bagi sejumlah subsektor industri ekonomi kreatif, mulai dari belanja iklan (media/penerbitan, periklanan, TV, dan radio), produksi iklan (desain, film/video), hingga sponsor pada acara musik. Apalagi, berdasarkan data Nielsen, iklan rokok termasuk dalam sepuluh besar kontributor belanja iklan media di Indonesia dengan nilai belanja iklan sebesar Rp 4,5 triliun pada Semester I 2022 dan Rp 9,1 trilun selama 2021.