Rugikan Industri Tembakau, Revisi PP 109/2012 Bakal Bikin Kontribusi ke Negara Anjlok
- VIVA/ Yeni Lestari.
VIVA Bisnis – Rencana Pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012), dinilai akan semakin menekan keberadaan Industri hasil tembakau (IHT). Dampaknya akan terasa kepada jutaan masyarakat di IHT, yang terancam kehilangan pekerjaan seiring potensi menurunnya kontribusinya terhadap ekonomi nasional.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Tauhid menjelaskan, jika bentuk tekanan itu terus dipaksakan, maka dampaknya terhadap pertumbuhan IHT bakal makin negatif. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir IHT sudah tertekan, di mana harga jual rokok makin mahal dan telah memangkas konsumsi dalam periode yang sama.
"Peran industri pengolahan tembakau dalam perekonomian semakin turun dari 0,85 persen (Q1-2018) menjadi 0,67 persen (Q4-2022). Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak dan efektivitasnya bagi IHT, termasuk penerimaan tenaga kerja dan petani dalam mengambil kebijakan revisi PP 109/2012," kata Tauhid dalam keterangannya, Rabu, 22 Februari 2023.
Tauhid sendiri merekomendasikan perlunya dirumuskan sebuah formula baku, yang mengedepankan keseimbangan pada keberadaan Industri Hasil Tembakau (IHT) tersebut. "Yakni dengan tetap memperhatikan dimensi pengendalian, ketenagakerjaan, penerimaan negara, dan petani tembakau," ujarnya.
Senada, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mencatat, saat ini ada lebih dari 446 regulasi yang mengatur IHT, mulai dari level pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
"Dari total regulasi tersebut, hampir 90 persen atau sekitar 400 regulasi melakukan pembatasan konsumsi alias tobacco control, dan hanya ada 5 regulasi yang mengatur ekonomi dan kesejahteraan," kata Ketua Umum Gappri, Henry Najoan.
Dia menambahkan, dari banyaknya regulasi soal tembakau tersebut, hampir tidak ada yang melindungi keberlangsungan IHT. Namun sebaliknya, justru semuanya bersifat menekan produksi dan konsumsi tembakau yang legal. "Sehingga jelas sekali terlihat hegemoni rezim kesehatan yang kuat memengaruhi kebijakan IHT di Indonesia," ujar Henry.
Karenanya, Henry menilai jika rencana pemerintah untuk merevisi PP 109/2012 itu, justru bakal menambah daftar panjang yang mengebiri pertumbuhan industri tembakau. Sebab, rencana revisi yang tertuang pada Keputusan Presiden Nomor 25/2022, lebih menitikberatkan aspek pelarangan total terhadap industri tembakau alih-alih mengendalikannya.
"Selain padat aturan, IHT ini juga merupakan industri yang padat karya. Ada sekitar 5,98 juta pekerja pada rantai pasok IHT, dengan lebih dari 230.000 pekerja langsung pada pabrik rokok. Rencana revisi PP 109/2012 akan berdampak negatif bagi IHT," ujarnya.