Gubernur BI Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Capai 5,3 Persen
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA Bisnis – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022. Perekonomian RI tahun 2022 diperkirakan akan mampu tumbuh mencapai target di 5,3 persen.
"Pertumbuhan ekonomi RI 2022 diperkirakan pada kisaran 4,5-5,3 persen, didorong kuatnya kinerja ekspor dan membaiknya konsumsi rumah tangga, serta investasi non-bangunan," kata Perry dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 19 Januari 2023.
Untuk tahun 2023 ini, Perry memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia memiliki potensi untuk melambat, seiring dengan adanya potensi perlambatan ekonomi global.
"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus berlanjut di 2023, meski ada perlambatan. Hal ini sejalan dengan menurunnya prospek ekonomi global," ujarnya.
Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2023 ini masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang menguat. Hal itu juga seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat, setelah pemerintah mencabut kebijakan PPKM.
Di sisi lain, Perry juga yakin bahwa kinerja investasi bakal membaik, didorong oleh membaiknya prospek bisnis dan meningkatnya aliran penanaman modal asing.
"Serta berlanjutnya pembangunan Proyek Strategis Nasional," kata Perry.
Sementara untuk kinerja ekspor, Perry memperkirakan capaiannya akan lebih rendah akibat perlambatan ekonomi global tersebut. Meskipun, kondisinya diperkirakan masih akan termoderasi oleh permintaan dari China, yang diperkirakan bakal meningkat.
Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,3 Persen
Gubernur BI, Perry Warjiyo memangkas pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023, dari perkiraan sebelumnya di 2,6 persen menjadi hanya 2,3 persen. Dia menjelaskan, hal itu karena pihaknya memperkirakan bahwa perekonomian global di 2023 masih akan tumbuh lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.
"Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 menjadi 2,3 persen dari perkiraan sebelumnya di 2,6 persen," kata Perry dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 19 Januari 2023.
Fragmentasi politik dan ekonomi global serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju, diakui Perry masih menjadi momok bagi pertumbuhan ekonomi global 2023 yang semakin melambat.
Di sisi lain, potensi resesi juga terus meningkat di Amerika Serikat dan Eropa, meskipun penghapusan kebijakan zero Covid di China disebut-sebut akan mampu menahan perlambatan ekonomi global.
Apalagi, Perry juga meyakini bahwa tekanan inflasi global terindikasi berkurang, meskipun diperkirakan tetap berada pada level yang tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan.
"Kemudian masih ditambah dengan berlanjutnya gangguan rantai pasok, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja di AS dan Eropa," ujar Perry.
Sementara itu, pengetatan kebijakan negara maju pun diperkirakan mendekati titik puncaknya, dengan suku bunga yang diperkirakan juga masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023.
"Ketidakpastian pasar keuangan mulai mereda, sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal ke negara berkembang dan berkurangnya tekanan nilai tukar negara-negara berkembang," ujarnya.