Dwi Soetjipto Beberkan Risiko-risiko Industri Hulu Migas 2023
- ANTARA/Sugiharto Purnama
VIVA Bisnis – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, memproyeksi bahwa sektor hulu migas tahun 2023 masih akan dibayangi oleh berbagai macam gejolak global.
Dia mengatakan, hal semacam ini setidaknya sudah mulai terjadi sejak awal era pandemi COVID-19, yang membuat investasi di bisnis hulu migas justru mulai menunjukkan adanya tren pertumbuhan.
"Pertumbuhan ini tentu saja berkaitan dengan adanya konflik Rusia-Ukraina, yang kemudian membuat harga tinggi sehingga investasi meningkat," kata Dwi dalam telekonferensi, Rabu, 18 Januari 2023.
Dia menambahkan, sampai saat ini tercatat bahwa telah terjadi peningkatan investasi secara global hingga 6,5 persen. Meskipun, sekitar 5 persen dari peningkatan itu merupakan biaya (cost) inflasi.
"Karena sesungguhnya, inflasinya sendiri meningkat 1,5 persen," ujarnya.
Kemudian, tingkat rasio reinvestasi juga tercatat meningkat dari 24 persen ke 28 persen, yang memungkinkan para investor yang telah menerima dana kemudian menginvestasikannya kembali akibat adanya perkiraan soal lonjakan harga minyak.
Di sisi lain, Dwi memprediksi bakal ada peningkatan harga migas gas akibat adanya sejumlah isu di tahun 2023 ini. Di antaranya yakni soal isu transisi energi dan kebutuhan akan pasokan gas alam ke Eropa, akibat suplai dari Rusia yang terhenti.
"Diperkirakan pertumbuhan LNG masih terus meningkat," kata Dwi.
Meski demikian, Dwi mengingatkan bahwa semua proyeksi terkait kondisi di tahun 2023 ini masih amat sangat dinamis. Namun, Dia masih yakin bahwa harga minyak dunia akan cukup tinggi, meskipun kondisi ekonomi sedang terjadi pelemahan.
"Demand akibat ekonomi melemah, akibat ancaman resesi dunia. Jadi bisa saja harga minyak dunia turun di sekitar US$70-80 per barel," ujar Dwi.
Untuk isu terkait investasi, lanjut Dwi, SKK Migas sendiri telah mematok target adanya peningkatan pada sektor hulu migas, dengan adanya pekerjaan di sektor hulu migas yang berjalan cukup ekspansif.
"Investasi diharapkan meningkat cukup baik, dari US$12,3 miliar menjadi US$15,5 miliar. Kalau kita lihat inflasi di 5 persen, maka pertumbuhan investasi riil di atas 20 persen," ujarnya.