Dinilai Untungkan Swasta, Skema Power Wheeling EBT Disebut Bebani Keuangan Negara

Ilustrasi energi baru terbarukan.
Sumber :
  • Inhabitat

VIVA Bisnis – Rencana penerapan skema Power Wheeling yang masuk di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT), menjadi pro-kontra karena sejumlah pihak khawatir akan timbulnya kerugian bagi negara.

Anggota Komisi VII DPR RI, Yulian Gunhar menjelaskan, skema Power Wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik, yang memungkinkan produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) bisa menjual listrik langsung kepada masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.

Ilustrasi sumber energi terbarukan.

Photo :
  • ANTARA

“Sedangkan PLN hanya akan mendapatkan Toll Fee (biaya angkut) saja," kata Gunhar dalam keterangannya, Jumat, 13 Januari 2023.

Gunhar juga menolak skema Power Wheeling masuk di dalam RUU EBT, yang tengah dibahas oleh Komisi VII DPR RI bersama Pemerintah. Menurutnya, skema itu akan sangat berbau liberalisasi PLN, dan hanya akan menguntungkan pembangkit swasta.

Jika skema Power Wheeling dimasukkan dalam pembahasan RUU EBT, Gunhar meyakini akan timbul sejumlah kerugian keuangan negara. Sebab, PLN akan wajib membeli listrik yang diproduksi pembangkit swasta, walaupun sedang dalam kondisi over supply.

"PLN harus menanggung beban Take or Pay (ToP) jika listrik yang disediakan swasta tidak terserap (over supply). Di mana setiap tambahan pembangkit sebesar 1 GW akan mengakibatkan tambahan beban ToP rata-rata sebesar Rp 2,99 triliun," ujar Gunhar.

Dia menambahkan, beban terhadap keuangan negara tersebut akan mengurangi kemampuan untuk mengaliri listrik ke berbagai wilayah terpencil, yang saat ini belum terjangkau listrik. "Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah mengaliri listrik ke daerah terpencil, serta kondisi over supply listrik yang biayanya ditanggung negara, bukan skema Power Wheeling," kata Gunhar.

Jika klausul tersebut diloloskan, Gunhar menegaskan bahwa hal itu sejatinya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan juga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait unbundling yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.

"Power Wheeling pada dasarnya bentuk liberalisasi PLN, bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan kekayaan negara harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk masyarakat. Sehingga aset Pemerintah berupa transmisi dan jaringan distribusi sejatinya tidak bisa dikomersialisasikan," ujarnya.