BPH Migas Tegaskan Revisi Perpres BBM Besubsidi Bakal Perjelas Status Pertalite

BBM jenis Pertalite.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA Bisnis – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) menyoroti revisi Peraturan Presiden (Perpres) 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Sebab dinilai banyak membawa manfaat bagi pihak-pihak terkait termasuk konsumen.

Anggota Komite BPH Migas, Yapit Sapta Putra mengungkapkan, bahwa pada Perpres 191 yang lama, banyak celah dari penggunaan BBM bersubsidi yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Hal-hal tersebut harus direvisi.

“Nah, salah satu tugas BPH Migas mengawasi, terkait penyaluran BBM subsidi ini. Semisal, banyak SPBU di Palu, buka jam 6 pagi, jam 9 pagi sudah habis. Konsumen atau warga Palu sendiri tidak bisa menikmati BBM bersubsidi, maka pemerintah setempat membuat Surat Edaran maksimal pengisian BBM bersubsidi Solar Rp500 ribu," ungkapnya dalam diskusi bertajuk ‘Sosialisasi Penyaluran BBM Subsidi dengan Program Subsidi Tepat’, dikutip dari keterangannya, Kamis 1 Desember 2022.

Nozzle BBM Pertalite dan Pertamax di pom bensin

Photo :
  • ANTARA PHOTO/M Agung Rajasa/ss/aww.

Selain itu Yapit mengatakan, dalam Perpres 191 yang lama tersebut, tidak ada larangan atau pembatasan bagi pengguna mobil mewah untuk mengisi BBM bersubsidi Pertalite maupun Solar. Ada pula manfaat yang akan dirasakan.

“Kenapa manfaat?, karena kalau dilihat dari pola kuota BBM subsidi yang sudah disetujui Pemerintah dan Banggar (DPR), polanya menjadi penurunan di tahun 2022 dengan tahun depan. Tahun sekarang pasca perubahan itu 17,9 juta kiloliter. Tahun depan ketuk palunya di angka 17 juta kiloliter,” katanya.

“Artinya menurun, sedangkan jika bicara pertumbuhan ekonomi lebih pesat dari tahun sekarang. Kebutuhan BBM akan naik, jika terlambat mengeluarkan aturan yang clear, maka yang akan bingung nantinya teman-teman di SPBU Pertamina, di lapangan, mengenai guidance-nya seperti apa," ujar Yapit melanjutkan.

Jika bicara Perpres 191 sekarang, lanjut Yapit, tidak mengatur terkait Pertalite. Karena itu kalau ini dibiarkan maka akan ada kebingungan masyarakat di bawah tentang bagaimana aturan bakunya.

“Jadi PR-nya bukan hanya pada pendistribusian Solar tetapi Pertalite juga. Lonjakan animo masyarakat mengisi Pertalite menjadi kenaikan," ungkapnya.

"Dalam revisi Perpres 191 itu nanti kita mohonkan seperti itu, akan ada pengendalian kendaraan jenis apa yang bisa pakai BBM subsidi. Ada yang kendaraan 1500 CC, jika ada pengendalian seperti itu maka jumlah volume BBM bisa dikurangi," kata Yapit melanjutkan.

Kemudian bicara pada Sektor Perikanan, sekarang BBM bersubsidi diperuntukkan untuk di bawah 30 GT untuk kapal, nantinya maksimal 30 GT. Karena 30 GT itu diindikasikan bukan nelayan yang butuh BBM subsidi, tetapi tingkatannya pengusaha/perusahaan.

"BBM subsidi itu buat menstimulasi agar orang tumbuh, ngapain memberikan subsidi kepada perusahaan, jadi hal-hal itu yang akan diatur dalam revisi terkait Perpres 191 itu," ujar Yapit.

Petugas SPBU melayani masyarakat dengan mengisi BBM jenis Pertalite di Kota Sorong, Papua Barat

Photo :
  • ANTARA FOTO/Olha Mulalinda

Lebih jauh, Yapit mengatakan, dalam setiap pengajuan produk hukum, artinya pasti ada kementerian atau lembaga yang menjadi pemrakarsa. Terkait revisi Perpres 191 kemudian yang diketahui izinnya ada di Kementerian BUMN, tetapi awalnya sebenarnya ada di Kementerian ESDM.

"Bisa jadi awal Agustus 2023 akan terjadi pelimpahan, dari Kementerian ESDM ke BUMN. Kemudian ada kesepakatan antar Pemerintah, menteri, akan ada peralihan lagi izin pemrakarsanya dari BUMN ke ESDM yang mengawal agar barang itu sampai ke meja Presiden RI. Untuk dipelajari, diharmonisasi dan ditandatangani Presiden," katanya.

Untuk itu, Yapit berharap, revisi Perpres 191 itu harus segera ditandatangani oleh Presiden dan diterbitkan. Sehingga bisa segera diimplementasikan.