Mengenal Apa Itu ESG dan Mengapa Penting Bagi Keberlanjutan Bisnis BUMN Energi
- Dok. Pertamina
VIVA Bisnis – Dalam upaya merancang rencana bisnis agar lebih berkelanjutan di masa depan, perusahaan kini perlu memiliki kesadaran untuk menempatkan Environmental, Social, and Governance (ESG). Hal itu, kemudian dilakukan oleh PT Pertamina (persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang bergerak di sektor energi yang terintergrasi.
Senior Vice President Corporate Finance PT Pertamina, Bagus Agung Rahadiansyah mengungkapkan penerapan ESG di sebuah perusahaan akan menentukan keberlangsungan entitas tersebut. Bukan hanya saat ini untung, tapi 30 tahun kemudian entitas tersebut bubar, sehingga ketiga faktor ESG ini menjadi terkait dan membentuk sustainaibility.
“Keberlangsungan entitas tidak hanya ditentukan oleh finansial, ada faktor di luar finansial, yaitu ESG,” ujar Bagus dalam webinar bertajuk Challenges of Managing Environmental, Social and Governance Issues in the Refinery Industry yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) secara virtual, dikutip Selasa, 29 November 2022.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini 29 November 2022: Global Datar, Antam Kilaunya Masih Redup
Menurut Bagus, keberlanjutan seolah-olah hanya erat kaitannya dengan lingkungan, padahal ada ESG. Dan ESG inilah yang menjadi peta jalan (roadmap) membentuk sustainability PT Pertamina (Persero). Implementasi ESG di Pertamina sudah dilihat publik dari ekosistem. Tiga faktor ini menjadi tolak ukur, apakah perusahaan ini bisa berlanjut atau tidak. ESG juga mengukur keberlanjutan profit generation.
“Dari sisi governance apakah perusahaan mau terus menerus melakukan perbaikan terhadap tata kelolanya, sehingga membuat governance selalu dimodifikasi menjadi nilai bagi perusahaan,” katanya.
Selain itu, Bagus mengatakan saat ini investor dan perbankan sangat peduli dengan ESG karena tidak mau diasosiasikan dengan perusahaan yang abai terhadap tiga faktor ESG. Karena itu, ESG di Pertamina merupakan komitmen untuk mencapai nol emisi atau Net Zero Emmission (NZE) pada 2060.
Untuk itu, Pertamina membuat rencana atas dua pilar, yaitu dekarbonisasi dan membentuk green business, yaitu bisnis energi yang sifatnya lebih hijau atau ramah lingkungan. “Kita align dengan NZE pemerintah. Kami sangat menyadari transisi energi tidak terhindarkan,” kata Bagus.
Sedangkan, Praktisi ESG dan Dewan Pengurus Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICRP), Jalal mengatakan bahwa orang mengira ESG fenomena baru, padahal sudah dimulai 2004.
“ESG adalah perkembangan di keuangan berkelanjutan sejak 18 tahun lalu yang menekankan pada isu sosial, tata kelola yang material terhadap keuntungan perusahaan,” kata dia.
Menurut dia, ESG merupakan sustainable finance 3.0, yakni cara mendapatkan keuntungan melalui lingkungan, sosial, dan tata kelola. Karena itu, ESG selalu dikaitkan dengan keberlanjutan. “Padahal ESG adalah analisis terhadap aspek lingkungan, sosial dan tata kelola terhadap finansial perusahaan,” katanya.
Menurut Jalal, di industri migas, penerapan ESG terbukti menguntungkan, maka ESG disambut dengan baik. Bahkan, jika dikelola dengan baik, pengelolaan risiko sangat menonjol. “Ke depan, lansekap energi bisa diurus dengan baik, perusahaan migas sangat cenderung pada ESG,” katanya
Dia menyebutkan, sangat penting untuk semua perusahaan migas mempunyai kesadaran transisi energi yang adil, selain transisi energi juga untuk melindungi pekerja dan masyarakat. Hal ini menjadi tugas besar bagi petinggi perusahaan karena peran ESG ada di manajemen puncak.
“Jangan berpuas kalau ada peringkat ESG yang tinggi karena seperti fenomena gunung es, di bawahnya masih banyak yang harus diperbaiki,” kata Jalal.