Bicara Risiko Stagflasi dan Resesi, Kepala BKF Kemenkeu: Pemerintah Siapkan Antisipasi
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA Bisnis – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan, pemerintah saat ini terus memonitor dan mewaspadai ancaman stagflasi dan resesi yang terjadi di berbagai negara.
Febrio mengatakan, tantangan perekonomian telah bergeser dari yang sebelumnya berupa pandemi COVID-19 menjadi risiko ketidakpastian. Hal itu dipicu akibat tingginya inflasi dan kenaikan harga-harga komoditas.
"Meningkatnya risiko ketidakpastian global tersebut terutama dipicu oleh data supply disruption yang mendorong tingginya inflasi global. Diperparah dengan perang di Ukraina yang mengerek harga-harga komoditas pangan maupun energi," kata Febrio dalam acara 'Sosialisasi Neraca Institusi Terintegrasi', Selasa 22 November 2022.
Febrio mengatakan, hal itu juga diperparah dengan respons pengetatan moneter yang dilakukan banyak negara secara agresif. Salah satunya, respons yang diberikan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau the Fed.
Tercatat, the Fed hingga saat ini telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak enam kali dengan kenaikan terakhir sebesar 75 basis poin (bps).
"Kondisi ini berpotensi menimbulkan stagflasi dan menimbulkan risiko resesi di banyak negara, ini tentunya harus kita waspadai. Pemerintah terus memonitor berbagai risiko tersebut agar dapat mengantisipasi dan memitigasi, serta memberikan respons yang cepat," jelasnya.
Febrio menuturkan, pada tahun 2022 ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah berperan sebagai shock absorber di tengah ketidakpastian global.
"APBN memang dan sudah kita optimalkan sebagai shock absorber menjaga stabilisasi ekonomi, melindungi daya beli masyarakat khususnya yang miskin dan rentan. Menjaga tren pemulihan ekonomi, terus melanjutkan momentum untuk penguatan fondasi agar perekonomian kita tetap resilien," imbuhnya.