Intip Cara SKK Migas Gairahkan Investasi Migas dan Genjot Produksi
- Dok. Pertamina
VIVA Bisnis – Adanya kebijakan transisi energi yang ditandai dengan berbagai upaya pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) nyatanya tak mengurangi kebutuhan minyak dan gas bumi. Sebab, diproyeksi kebutuhan migas masih cukup besar dan harus digenjot produksinya agar bisa terpenuhi.
Hal itu perlu dilakukan karena saat ini kemampuan untuk memproduksi migas di Tanah Air belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga impor terus terjadi dan ini tentu membebani keuangan Negara.
Untuk itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengemukakan dalam upaya mengejar target produksi migas pada 2030, Indonesia membutuhkan investasi hulu migas senilai US$20 miliar hingga US$26 miliar per tahun. Itulah sebabnya, salah satu agenda utama pemerintah adalah meningkatkan gairah investasi di hulu migas.
Baca juga: Disentil Kaesang Pangarep Soal Koper Nyasar, Ini Penjelasan Lengkap Batik Air
Pemerintah dan SKK Migas masih optimistis untuk mengejar target produksi migas. Namun untuk mengejar target tersebut dibutuhkan investor. Untuk itu berbagai upaya untuk membeberkan potensi migas Indonesia terus dilakukan salah satunya dengan penyelenggaraan 3rd International Convention of Indonesia Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, mengungkapkan mendukung penuh penyelenggaraan IOG 2022. Konvensi tersebut ditujukan untuk menarik investasi dalam rangka meningkatkan produksi jangka pendek dan jangka panjang.
Menurut dia, Pemerintah ingin menunjukan potensi sumber daya indonesia dan berbagai kemudahan berinvestasi. "Investor dapat melihat langsung data-data prospek migas Indonesia," kata Tutuka dalam keterangannya di Jakarta, Minggu 13 November 2022.
Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengungkapkan SKK Migas perlu kerja keras untuk menarik minat investor migas dengan berbagai promosi, insentif fiskal dan non fiskal, dan yang utama kepastian. “IOG 2022 adalah salah satu cara untuk itu. Saya rasa ini bagus dan perlu didukung,” ujar Mulyanto.
Sedangka, Praktisi Migas yang juga mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), Tumbur Parlindungan, menyatakan produksi migas akan terus menurun bila tidak ada penemuan baru (new reserve and resources) atau unconventional activities migas tidak dilakukan dì Indonesia.
"Indonesia membutuhkan investasi besar bila ingin meningkatkan produksinya. Alternativenya, mengundang para pemain di oil and gas kembali ke Indonesia untuk berinvestasi," kata Tumbur.
Adapun IOG 2022 akan diadakan secara hybrid pada 23-25 November 2022 di Bali Nusa Dua Convention Center. Dalam acara ini akan hadir sekitar 1.000 peserta yang hadir di lokasi dan diharapkan 10.000 peserta hadir secara online. Ajang ini diharapkan mampu menarik minat investor di sektor hulu migas.
Ada tiga isu penting yang akan dibahas dalam IOG 2022, yaitu Economic Recovery, Energy Security, dan Energy Transition. Ketiga hal tersebut sejalan dengan program-program pemerintah Indonesia dan target Indonesia yang lebih berkelanjutan seperti target mencapai net zero emissions pada tahun 2060 dan phase-out coal GHG pada tahun 2040.