Apdamindo Tegaskan Tak Terpengaruh Aturan BPOM soal Pelabelan BPA pada Galon AMDK

Tukang galon.
Tukang galon.
Sumber :
  • Instagram/guyonankekinian

VIVA Bisnis – Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia menegaskan, bisnis depot air minum tidak bakal terdampak regulasi BPOM yang hanya menargetkan pelabelan galon bekas pakai polikarbonat mengandung BPA.

Ketua Umum Apdamindo Budi Darmawan menyatakan, usaha depot air minum dikecualikan dari aturan pelabelan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

“Karena jenis usaha kami jelas sangat berbeda dari bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang,” kata Budi Darmawan dikutip dari keterangannya, Senin, 7 November 2022.

“Regulasi pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) galon kan pada kemasannya, sedangkan fokus bisnis depot air minum pada airnya saja, jadi apa hubungannya?” tambahnya.

Ilustrasi galon.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

Dia menjabarkan, AMDK galon bekas pakai yang mengandung senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA) diproduksi oleh industri skala besar. Sedangkan, bisnis depot air minum isi ulang adalah bisnis yang masuk kagetori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dioperasikan oleh masyarakat.

Karena, bisnis depot air minum adalah menyediakan air minum praktis, untuk masyarakat yang datang ke depot-depot dengan  membawa wadah milik mereka sendiri. Bahkan di beberapa tempat di Indonesia, masyarakat datang dengan membawa jerigen dan wadah jenis lainnya ke depot-depot air minum, jadi bukan cuma bawa galon.

“Dengan demikian, regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk pelabelan galon guna ulang dari bahan plastik keras polikarbonat yang bercampur BPA, tidak akan berpengaruh negatif pada bisnis depot air minum milik masyarakat,” kata Budi.

Lebih lanjut dia menjabarkan, Apdamindo sebagai induk organisasi dengan anggota hampir 90.000 depot air minum UMKM di Indonesia menyatakan sejalan dengan langkah BPOM RI. Khususnya untuk melabeli galon bekas pakai yang mengandung BPA dengan label ‘Berpotensi Mengandung BPA’.

Dukungan ini juga untuk mempertegas perbedaan bisnis AMDK dan depot air minum, karena BPOM secara tegas mengecualikan usaha depot air minum  dari regulasi pelabelan.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

“Kalau pun nanti ada perubahan kebijakan, misalnya BPOM terpaksa diminta untuk turun memeriksa depot-depot air minum, itu jelas bukan pekerjaan mudah, karena jumlah pelaku usaha ini yang sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia,” katanya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang menyatakan rancangan regulasi pelabelan BPA terbatas hanya ditujukan untuk produk galon bekas pakai berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan bahan campuran BPA. Jenis plastik ini banyak ditemukan dalam wadah makanan, botol minum atau botol susu bayi, lensa kacamata, DVD, hingga bahan bangunan semisal atap garasi.

Menurut Rita, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-hari mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total, 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon bekas pakai. Dari yang terakhir, 96,4 persen berupa galon berbahan plastik polikarbonat.

“Artinya 96,4 persen itu mengandung BPA. Hanya 3,6 persen yang PET (kemasan Polyethylene Terephthalate yang bebas BPA),” kata Rita. “Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang.”

Kepala BPOM Penny K. Lukito menyebut bahwa pelabelan kemasan galon yang mengandung BPA sangat diperlukan, agar publik mendapatkan hak mereka untuk mengetahui informasi produk yang mereka konsumsi.

"Pelabelan juga untuk mengantisipasi munculnya gugatan hukum terkait keamanan produk air kemasan yang tertuju pada pemerintah dan kalangan produsen di masa datang," kata Penny dalam sebuah sarasehan belum lama ini.

Menurut BPOM, sejumlah penelitian dan riset mutakhir yang dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengindikasikan BPA bisa memicu perubahan sistem hormon tubuh dan memunculkan gangguan kesehatan termasuk kemandulan, penurunan jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido dan sulit ejakulasi.

Paparan BPA dalam jangka waktu lama juga disebutkan bisa memicu gangguan penyakit tidak menular semisal diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat dan kanker payudara. Sementara pada anak-anak, paparan BPA dapat memunculkan gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme.